Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Paradoks Pilihan: Melakukan Lebih Baik tapi Merasa Lebih Buruk

10 Desember 2022   09:19 Diperbarui: 12 Desember 2022   21:08 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memiliki terlalu banyak pilihan acapkali malah membuat situasi jadi lebih buruk | Ilustrasi oleh Pete Linforth via Pixabay

Artikel ini akan menunjukkan bahwa peningkatan pilihan tak serta-merta meningkatkan kepuasan individu. Dalam banyak kasus, ledakan pilihan justru membuat situasi jadi lebih buruk. Kontradiksi ini, meminjam istilah Schwartz, lazim disebut "paradoks pilihan".

Apa itu paradoks pilihan?

Saat orang tak punya pilihan, hidup hampir tak tertahankan. Ketika jumlah pilihan yang tersedia meningkat, seperti yang terjadi dalam budaya konsumen kita, otonomi, kontrol, dan kebebasan yang dibawa oleh keragaman ini menjadi kuat dan positif.

Namun, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah itu membantu kita atau merepotkan kita, apakah itu menggerakkan kita atau mengekang kita, apakah itu meningkatkan harga diri atau menguranginya, dan apakah itu memungkinkan yang lebih baik atau mencekalnya.

Jika kita cukup realistis, jumlah pilihan yang terus bertambah sering kali diiringi dengan aspek negatif yang bertambah pula. Dengan kata lain, ketika jumlah pilihan semakin bertambah, hal-hal negatif turut meningkat sampai kita jadi kelebihan beban (overload).

Pada titik ini, pilihan tak lagi membebaskan, tapi justru melemahkan. Seperti yang dikatakan Schwartz, "Ketika penentuan nasib sendiri dilakukan secara ekstrem, itu tak mengarahkan kita pada kebebasan memilih, melainkan pada tirani pilihan."

Dalam hal ini, manakala kita tak punya parameter pada apa yang kita anggap sebagai pilihan yang layak, kita bisa menjadi kewalahan oleh pilihan dan akibatnya mengikis kemungkinan untuk membuat pilihan yang baik.

Inilah tirani pilihan. Inilah paradoks pilihan (paradox of choice).

Fokus pertama dari paradoks pilihan adalah bahwa memiliki terlalu banyak pilihan tak selalu menyenangkan bagi manusia; alih-alih, terkadang hal itu menyebabkan ketidakmampuan untuk membuat pilihan.

Ini agaknya terjadi karena saat kita memilih, kita tak lagi mencari hal yang "baik", melainkan yang "terbaik" dari sekian pilihan yang tersedia.

Dengan itu, seseorang menangkarkan biaya pengumpulan informasi, biaya pencarian, dan biaya waktu yang cukup besar, yang semuanya menghambat (bahkan mencegah) individu untuk pengambilan keputusan.

Demikianlah, paradoks pilihan terjadi karena di antara kemungkinan yang lebih banyak, membuat pilihan terbaik memerlukan lebih banyak komplikasi dan menimbulkan biaya pilihan yang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun