Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Action Bias, Ketika Tindakan Hanya Sebatas Formalitas

8 Agustus 2022   18:02 Diperbarui: 8 Agustus 2022   18:11 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keengganan kiper untuk diam di tengah saat penalti merupakan contoh action bias | Gambar oleh Khaled Elfiqi via Beritagar.id

Secara eksplisit, tidak melakukan apa-apa selalu agak memalukan, bahkan jika itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Manusia tampaknya memiliki insting untuk senantiasa aktif bergerak dan merasa tidak tahan manakala harus berdiam diri barang sejenak pun (Dobelli, 2013).

Fenomena action bias umumnya terjadi dalam situasi yang baru atau tidak pasti sehingga orang kesulitan untuk mengukur ketepatan dan efektivitas dari tindakannya.

Ketika standar-standar keberhasilannya belum dimengerti, seseorang menjadi lebih nekat untuk bertindak karena tak seorang pun dapat menghakiminya. Yang penting dia sudah berusaha dan berjerih payah; selebihnya bodo amat.

Ironis untuk mengetahui bahwa action bias juga kerap dialami oleh para dokter (tentu tidak semua), yaitu manakala mereka menghadapi pasien dengan keluhan klinis yang tidak sesuai dengan pola diagnostik selazimnya.

Misalnya, jika penyakit pasien belum dapat didiagnosis secara pasti, dan dokter harus memilih antara intervensi (yaitu, meresepkan sesuatu) atau menunggu seraya melihat, mereka cenderung mengambil intervensi (Kiderman dkk., 2013).

Keputusan semacam itu tidak ada hubungannya dengan pencatutan, melainkan sekadar kecenderungan manusia untuk melakukan apa pun selain duduk dan menunggu dalam menghadapi ketidakpastian.

Fenomena action bias juga banyak terjadi dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19. Semisal, pada masa awal, sebagian orang mengalami paranoid sehingga berbondong-bondong menimbun makanan dan masker, padahal ada jaminan resmi tentang pasokan yang cukup dan stabil (Landucci & Lamperti, 2021).

Itulah action bias, di mana orang percaya secara buta bahwa mengambil tindakan, apa pun jenisnya, cenderung menyelesaikan masalah. Efek dominonya, jika tidak dihentikan dan menjalar secara sosial, besar kemungkinan akan tercipta bandwagon effect, budaya ikut-ikutan.

Dengan kata lain, dalam nada yang berat dan ironis, permasalahan yang lebih besar dapat timbul karenanya.

Penyebab Action Bias

Bagi nenek moyang kita, masa ketika waktu seharian lebih banyak dihabiskan untuk berburu dan menimbun makanan, tindakan adalah semacam refleksi. Bilamana mereka melihat siluet muncul di tepi hutan, sesuatu yang mirip seperti harimau kelaparan, mereka tidak mencari batu untuk duduk dan memikirkan apa yang mungkin terjadi.

Kelangsungan hidup mereka, dalam banyak momen, sangat bergantung pada reaksi secepat kilat mereka. Hidup di tengah kengerian alam bebas, ditambah lagi dengan seabrek bahaya laten dan ancaman ini-itu, tindakan spontan dan tanpa pikir panjang (misalnya, melarikan diri) adalah lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun