Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kritik atas Masyarakat Kita dalam Cerpen "The Man Who Shouted Teresa"

13 Juli 2022   05:30 Diperbarui: 13 Juli 2022   07:14 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat kita sering berpindah dari satu tren ke tren lainnya, dan itu menimbulkan masalah | Ilustrasi oleh Mailtotobi via Pixabay

Hal yang dituntut adalah kesediaan setiap orang untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya, terutama jika perbuatan yang dimaksud menyangkut atau melibatkan orang lain.

Beberapa contoh dapat diuraikan, salah satunya adalah kasus yang belakangan ramai terkait seorang mantan menteri yang diperiksa kepolisian karena mengunggah sebuah meme stupa candi mirip wajah Presiden.

Betapa pun beliau mengaku bukan sebagai pengunggah pertama, itu tidak berarti banyak. Sebab yang dituntut adalah pertanggungjawaban beliau tentang mengapa meme tersebut turut disebarkan.

Sama seperti orang-orang dalam cerpen Calvino: ketika akhirnya mereka merasa dirugikan dan dikecewakan oleh narator yang memanggil-manggil Teresa, sebenarnya hal pertama yang mesti dipersoalkan bukanlah mengapa sang narator berteriak iseng, melainkan mengapa mereka sendiri mengikutinya begitu saja.

Penelaahan kita terhadap fenomena demikian, lebih jauhnya, hendak mempersoalkan daya kritis kita saat menanggapi sesuatu, terutama berhubungan dengan rupa-rupa hal yang diikuti banyak orang.

Jika dikesankan secara kasar, kita menjadi seperti mesin otomatis yang berkesadaran. Fakta bahwa kesadaran kita hadir seutuhnya, toh tetap "keputusan otomatis" yang lebih mengendalikan perilaku dan keputusan kita terhadap sejumlah hal.

Keputusan otomatis yang dimaksud, bila perlu dijabarkan, merupakan sebentuk keyakinan spontan bahwa apa yang diikuti banyak orang adalah benar, sehingga kita merasa aman-aman saja dan tidak harus mempertanyakannya lebih jauh.

Gaya berpikir demikian sebenarnya merupakan sebuah bias kognitif yang lazim disebut "herd instinct" atau "social proof". Sederhananya, seseorang merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah benar kalau orang lain juga melakukannya.

Psikolog Solomon Asch pernah melakukan eksperimen sederhana pada 1951, yang hasilnya menunjukkan bagaimana tekanan teman sebaya dapat merusak akal sehat.

Subjek diperlihatkan sebuah garis yang digambar di atas kertas, dan di sebelahnya terdapat tiga garis: nomor satu lebih pendek, nomor dua lebih panjang, dan nomor tiga sama panjangnya dengan yang asli.

Subjek diperintahkan untuk memilih dari tiga garis tersebut, mana yang sesuai dengan yang asli. Ketika orang itu sendirian di dalam ruangan, dia memberikan jawaban yang benar, karena tugasnya pun sangat sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun