Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Self-Serving Bias, Mengapa Kita Harus Berhati-hati dengan Diri Sendiri?

22 Juni 2022   11:48 Diperbarui: 11 November 2022   07:19 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self-serving bias membuat kita nyaman dengan menuduh orang lain | Ilustrasi oleh John Hain via Pixabay

Ada sebuah pepatah yang berbunyi, "Setiap manusia berada paling jauh dari dirinya sendiri."

Tentu ada banyak argumen yang dapat mendukung atau membantahnya, tetapi kita sebaiknya tak menghabiskan waktu untuk itu. Apa yang penting, sudahkah kita memahami diri kita sendiri?

Pertanyaan itu bukannya tanpa alasan, bahkan terlalu banyak alasan untuk diuraikan. Salah satu di antaranya, dan ini merupakan dasar dari sejumlah hal buruk dalam kemanusiaan, merujuk pada kecenderungan pikiran kita untuk melukis peta yang menerangkan atau membenarkan setiap keputusan yang telah dibuatnya sendiri.

Para psikolog menyebutnya "self-serving bias" (keberpihakan yang menguntungkan diri sendiri), sebuah istilah yang sedikit-banyak sudah menjelaskan dirinya sendiri.

Sederhananya, bias ini mengacu pada kecenderungan orang untuk menganggap setiap keberhasilannya sebagai jerih payahnya sendiri, sedangkan kegagalan yang dialaminya merupakan faktor lain di luar tanggung jawabnya.

Dengan kata lain, mereka mengagung-agungkan dirinya sendiri ketika mendapatkan hasil yang diinginkan, tetapi menyalahkan rupa-rupa hal di luar dirinya bila mengalami kemalangan. Terlepas dari benar-tidaknya praduga mereka, sudah barang tentu perilaku ini mengandung bahaya laten.

Pada faktanya, meskipun sedikit sekali dari kita yang merasa akrab dengan istilah self-serving bias, kita semua melakukannya dalam banyak kasus (jika terlalu kasar untuk mengatakannya setiap hari).

Barangkali kita pernah mendapatkan nilai 100 saat ujian di sekolah, lantas secara otomatis kita merasa sepenuhnya bertanggung jawab atas nilai tersebut, bahwa apa yang menjadi hasil adalah buah usaha keras kita sendiri.

Bahkan bagi beberapa orang, tindakan menyontek pun dianggap sebagai sebuah usaha keras yang patut dihargai. Kita meyakini betapa cerdasnya kita, toh hasil memuaskan, tidak diragukan lagi, merefleksikan intelegensi dan kemampuan kita.

Dan jika kita mendapatkan nilai rendah? Tidak diragukan pula, ujian tersebut tidaklah adil: gurunya memberikan soal yang tidak pernah diajarkan di kelas, pertanyaannya tidak masuk akal, suasana ujian mengganggu konsentrasi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun