Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mencari "Netizen Pancasilais" di Tengah Hiruk-pikuk Jagat Digital

31 Mei 2022   14:18 Diperbarui: 1 Juni 2022   08:10 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila harus mampu mengimbangi perkembangan zaman tanpa menghapuskan nilai-nilai luhurnya | Ilustrasi oleh Dading Gunadi via Kompas.com

Saya percaya bahwa secara intuitif, mengingat kita pun sudah "mempelajarinya" sedari kecil, kita dapat memahami apa maksud dari setiap sila Pancasila dan bagaimana kita mesti menerapkannya selama beraktivitas di dunia maya.

Masalah sebenarnya terletak pada tahap implementasi dan pengamalannya yang jarang terlihat, bahkan cenderung disewenang-wenangkan.

Dengan keadaan seperti sekarang, ketika dunia maya dan dunia nyata seolah melebur menjadi satu, tampaknya telah mencuat sebuah pertanyaan yang menuntut untuk dijawab sesegera mungkin: Di mana dan ke mana Pancasila hendak ditempatkan?

Pancasila dan Zaman Kita

Pancasila, bila hendak diakui sebagai ideologi, merupakan paham yang didasarkan atas realitas, artinya benar-benar merumuskan kenyataan yang ada, bukan sebatas cita-cita abstrak yang hendak diperjuangkan secara konkret.

Dengan begitu, Pancasila tidak diturunkan dari langit; Pancasila adalah rumusan realitas yang bahkan sebetulnya tidak hanya mencakup Indonesia, melainkan realitas manusia pada umumnya.

Justru karena Pancasila berangkat dari pengamatan yang tajam terhadap kenyataan manusia, Pancasila otomatis mengandung banyak ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia Indonesia berhubungan dengan sesama, alam dan Tuhan ketika bermasyarakat dan bernegara.

Sama seperti ketika kita berkata: "Padi itu sudah menguning", maka sebenarnya kita tidak hanya mengungkapkan realitas yang apa adanya, tetapi juga turut merumuskan bahwa sesuatu yang lain masih akan terjadi.

Pada titik ini, kita dapat mengamati adanya suatu timbal-balik: ideologi dipungut dari realitas dan kemudian harus dikembalikan lagi ke realitas. Memang persoalan ini amatlah sederhana. Persoalan lebih beratnya adalah, bagaimana timbal-balik itu dapat diaktualisasikan?

Pertanyaan tersebut sudah sejak jauh hari hendak dijawab, dan jawaban paling menonjol, toh kita pun terus diingat-ingatkan sepanjang menempuh pendidikan formal, adalah bahwa Pancasila harus dijadikan pedoman hidup sehari-hari.

Walaupun selama ini dalam praktiknya lebih sering sebatas mengganjal saja di dalam benak, perlu diakui, darma tersebut perlu mendapatkan perhatian dan pertimbangan yang lebih mendalam. Ini bukan melulu soal peneguhan identitas bangsa; ini perkara jalan hidup yang hendak kita lakoni bersama sebagai makhluk sosial.

Sebagai pedoman keseharian, Pancasila perlu diperjelas menjadi suatu prinsip yang kiranya memudahkan masing-masing individu untuk menyadarinya dan mengamalkannya. Karena jika Pancasila sebatas disadari sebagai lima sila belaka, kita mungkin akan terjatuh pada kebingungan yang memutar kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun