Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks Kemajuan: Alasan Mengapa Orang Kaya tetap Sulit Bahagia

7 Januari 2022   09:52 Diperbarui: 18 Juni 2022   22:09 2981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak penelitian yang menemukan bahwa kekayaan tidak berkorelasi positif dengan kebahagiaan | Ilustrasi oleh Frantisek Krejci via Pixabay

Kita akan merasa sama kecewanya ketika menghadapi hal-hal yang lebih kecil.

Secara paradoksal, melindungi orang dari permasalahan atau kesulitan tidak akan membuat mereka lebih bahagia atau lebih aman; itu justru membuat mereka menjadi lebih mudah untuk merasa tidak aman.

Fenomena itulah yang menjadi titik kerangka Paradoks Kemajuan: semakin membaik keadaan, semakin peka diri kita terhadap banyak ancaman, sekalipun kenyataannya tidak ada satu pun.

Paradoks Kemajuan tidak hanya berlaku untuk individu atau golongan tertentu, melainkan semua orang yang juga tidak terbatas pada masalah uang. Kita mendapati paradoks ini dalam peradaban kita sendiri; peradaban yang sekilas tampak lebih baik daripada masa sebelumnya.

Kemajuan besar dalam bidang teknologi, kedokteran, komunikasi, dan segalanya dalam beberapa abad terakhir justru telah menciptakan lebih banyak masalah dan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi bagi orang-orang.

Kita memang hidup di zaman yang menarik. Secara material, segalanya tampak sangat baik melebihi zaman-zaman sebelumnya. Kendatipun begitu, entah mengapa segala-galanya tampak kacau balau dan benar-benar sulit.

Kita melihat Ilmu Psikologi semakin berkembang serta populer, dan secara sekilas memang sungguh baik. Tetapi itu juga disebabkan oleh salah satu efek samping yang tidak kita harapkan, bahwa manusia kontemporer semakin rapuh secara psikologis.

Kemajuan material dan keamanan tidak secara otomatis membuat kita tenang atau membuat kita lebih mudah untuk menaruh harapan di masa depan. Sebaliknya, barangkali dengan perkembangan yang mengagumkan ini, orang justru lebih menderita.

Kita menjadi lebih egois dan kekanak-kanakan. Kita menjadi lebih manja daripada generasi sebelumnya, dan karena itulah kita lebih rapuh dalam menghadapi berbagai persoalan sepele yang memenuhi keseharian kita.

Sebuah penelitian oleh Harvard University menemukan adanya kelemahan yang dimiliki banyak orang dalam memecahkan masalah. Mereka menyebut hasil temuannya dengan "prevalence-induced concept change", suatu konsep yang sebenarnya sejalan dengan Paradoks Kemajuan.

Konsep mereka (saya tidak begitu suka dengan istilahnya) sedikitnya menunjukkan bahwa ketika prevalensi suatu masalah berkurang, manusia secara alami cenderung untuk mendefinisikan kembali masalah itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun