Sekitar 33 tahun yang lalu, seorang pria tidak dikenal menulis sebuah novel singkat (kabarnya ditulis hanya dalam dua minggu) tentang jiwanya sendiri. Dia sadar bahwa hartanya adalah kemampuannya untuk menulis, dan dia ingin membagikan itu kepada dunia.
Pada pekan pertama publikasinya, novel tersebut hanya terjual sebanyak satu eksemplar. Selama enam bulan berikutnya, novel tersebut dibeli sekali lagi oleh orang yang sama ketika eksemplar pertama terjual.
Novel yang dimaksud adalah The Alchemist yang dikarang oleh Paulo Coelho. Ketika penerbit orisinalnya memutus kontrak dengan Coelho, dia mungkin tidak pernah menduga bahwa kelak, novel singkatnya itu akan menjadi salah satu novel terlaris di dunia.
Hari ini, The Alchemist telah terjual lebih dari 65 juta kopi dan berada di daftar buku terlaris The New York Times selama lebih dari 315 minggu.Â
Guinness World Record juga menetapkan novel tersebut sebagai buku yang paling banyak diterjemahkan karangan penulis yang masih hidup, dengan diterjemahkan ke dalam 80 bahasa yang berbeda.
Anehnya, kisah pribadi Coelho seakan merupakan bukti dari keajaiban yang dikisahkannya dalam novel tersebut. Bagaikan seorang penyihir yang bisa meramalkan nasibnya sendiri, Coelho menuliskan suratan takdirnya dalam suatu novel yang dibaca banyak orang.
Daya tarik novel The Alchemist bukan saja alur ceritanya yang sederhana dan mudah diikuti, tetapi pesannya yang mendalam dan banyak tersurat dalam naskahnya. Nyaris dalam setiap paragraf novel tersebut, setidaknya satu pelajaran atau keindahan disematkan oleh Coelho.
Tetapi bila harus memilih satu pelajaran yang sekaligus menjadi karakter khas novel tersebut adalah konsepnya tentang "Legenda Pribadi" yang mungkin banyak dikutip orang di beranda media sosialnya.
Panggilan Hidup
Legenda Pribadi, menurut Coelho dalam The Alchemist, bukan sekadar cita-cita belaka yang mana setiap orang harus mencarinya. Legenda Pribadi adalah "apa yang selalu ingin kita capai", semacam alasan sejati mengapa kita berada di sini; di kehidupan yang singkat ini.
Manifestasi Legenda Pribadi seseorang menjadi jelas di masa mudanya sebagai keinginan yang unik, hanya saja seiring waktu, menurut Coelho, orang dibutakan dan dihalangi oleh ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran duniawi lainnya.
Mereka menjadi yakin bahwa mereka tidak akan pernah berhasil mencapai Legenda Pribadinya dan mungkin terlambat untuk memulainya. Orang kadang-kadang merasa ngeri dengan keinginannya sendiri dan percaya begitu saja bahwa mereka tidak ditakdirkan untuk itu.
Padahal bagi Coelho, "Ketika kita menginginkan sesuatu, seluruh alam semesta akan berkonspirasi untuk membantu kita mencapainya."Â
Beberapa orang mengubur impiannya dalam-dalam dan menerima kehidupannya sebagai suatu kondisi yang default. Sebagian dari kita percaya bahwa apa yang ada adalah takdirnya, maka mereka pun tidak bisa mengintervensinya dan hanya tinggal pasrah menerima.
Tetapi sebagian lainnya justru memanfaatkan ketidaktahuan akan takdir sebagai alasan untuk bereksplorasi dan percaya bahwa "akulah penguasa nasibku, akulah kapten jiwaku".Â
Terlepas dari mana keyakinan yang benar, setidaknya kita tahu mana yang lebih baik untuk diyakini.
Adalah wajar bila pada saat tertentu, kita merasa kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada diri kita, dan hidup kita lantas dikendalikan oleh nasib. Tetapi bagi Coelho dalam The Alchemist, itu adalah dusta terbesar di dunia.
Ketiadaan kendali atas hidup memang tampak benar dan nyata, namun justru pada titik tersebut, dalam kekuatan yang agaknya sangat negatif, alam semesta sedang mempersiapkan roh dan kehendak kita untuk mewujudkan Legenda Pribadi.
"Ada satu kebenaran terbesar di planet ini," tulis Coelho, "bahwa siapa pun kau, atau apa pun yang kaulakukan, ketika kau benar-benar menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari dalam jiwa alam semesta. Itulah misimu di dunia."
Semakin dekat seseorang ke perwujudan Legenda Pribadinya, semakin besar pula Legenda Pribadi tersebut menjadi alasan utamanya untuk hidup. "Kemungkinan memiliki mimpi menjadi kenyataan adalah yang membuat hidup menjadi menarik," tulis Coelho.
Gagasan tersebut mengingatkan saya pada gagasan serupa yang disampaikan Victor Frankl. Dalam kamp maut Nazi tempat Frankl mengembangkan konsep "Logoterapi-nya", ia juga belajar tentang pentingnya tujuan dan arti hidup ini.
Frankl percaya bahwa banyak dari apa yang disebut penyakit mental dan emosional sebenarnya hanyalah simtom dari rasa tak berarti atau kehampaan.
Logoterapi menghilangkan kekosongan tersebut dengan membantu individu mendeteksi arti dirinya yang unik, semacam "panggilan hidup" yang menjadi misinya sendiri sepanjang waktu.
Kesadaran akan Legenda Pribadi membantu seseorang untuk mengetahui apa yang menjadi "panggilan hidupnya" tanpa keraguan apa pun yang mungkin membatasinya. Ada "kebenaran" untuk berada di jalur menuju Legenda Pribadi, meskipun perjalanannya tidak mudah.
Bagi Coelho, orang tidak perlu takut berada di jalur tersebut dan mesti mengabaikan segala kengerian yang menyertainya.
"Bila seseorang menjalani Legenda Pribadinya," tulis Coelho, "dia akan tahu semua yang perlu diketahuinya. Hanya ada satu hal yang membuat mimpi menjadi mustahil untuk diraih: perasaan takut gagal."
Tetapi, bagaimana kita dapat menyadari Legenda Pribadi kita?
Saya pikir Coelho cukup brilian dalam mengisahkan novel The Alchemist karena bukan saja ceritanya yang mudah diikuti, tapi juga menyiratkan semacam alegori yang mungkin terlewatkan oleh sebagian besar pembaca.
Pada awal cerita, Santiago, nama tokoh utama novel tersebut, tiba di sebuah gereja kecil yang terbengkalai dan memutuskan untuk tidur di bawah naungan pohon sycamore sembari menikmati cahaya bintang dari sela-sela atap bangunan yang nyaris hancur.
Di momen itulah Santiago mulai tersadar akan Legenda Pribadinya dengan dibantu oleh seorang perempuan Gipsi yang mengaku sebagai peramal. Perjalanan dan pengembaraan Santiago pun dimulai dengan semangat yang membara dan penuh harapan.
Namun di akhir cerita, barulah Santiago tersadar bahwa ternyata dia sudah dekat dengan harta karunnya sejak awal. Jarak dan waktu yang panjang, termasuk mengembara di padang pasir, berakhir dengan kembalinya dia ke reruntuhan gereja yang ditemuinya kala itu.
Harta karunnya berada di bawah permukaan pohon sycamore; pohon yang menjadi tempat bersandarnya ketika suatu malam dia memandangi bintang-bintang. Legenda Pribadinya ada pada titik di mana semuanya bermula.
Kendatipun begitu, Santiago justru gembira atas perjalanan panjang yang telah dilaluinya, sebab bagaimanapun, dia mempelajari banyak hal berharga yang tidak sebanding dengan harta yang ditemukannya.
Menurut saya, ini adalah alegori yang hendak disampaikan oleh Coelho bahwa kita tidak perlu bingung dan jauh berkelana untuk menemukan Legenda Pribadi kita. Gagasan tentang Legenda Pribadi ada dalam hati setiap orang. Itulah yang benar.
Legenda Pribadi tidak untuk dicari, melainkan disadari, karena pada dasarnya ia selalu ada dalam diri kita; terlahir bersama kita sejak detik pertama kita habiskan di dunia ini. Legenda Pribadi adalah nilai unik setiap orang, dan karenanya tidak diperoleh dari luar dirinya.
Tentu dibutuhkan perenungan yang mendalam untuk sampai pada titik terang tersebut, tetapi lebih masuk akal untuk bertindak demikian daripada terus-menerus memeriksa ke luar tanpa mengenali diri sendiri.
Dalam kata-kata Coelho, "Setiap orang tampaknya memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana orang lain harus menjalani hidupnya, tetapi tidak ada tentang dirinya sendiri." Kita lebih pandai menilai orang lain ketimbang mengoreksi diri sendiri.
Keterampilan itulah yang penting untuk menyadari Legenda Pribadi kita sendiri. Lantas mengapa beberapa orang begitu sulit melakukannya?
Coelho menulis, "Setiap orang di bumi mempunyai harta yang menantinya. Kami, (kata) hati manusia, jarang mengatakan banyak tentang harta-harta itu, karena orang-orang tidak lagi ingin pergi untuk mencarinya."
Dengan demikian, kesulitan tersebut bukan karena ketiadaan Legenda Pribadi, melainkan karena keengganan orang-orang untuk menyadarinya. Perenungan adalah proses yang sulit dan kadang menyakitkan, pun membutuhkan kesabaran yang cukup kuat.
Tetapi, keberhasilan perenungan adalah hasil yang pantas dibayar. Bahkan kalaupun seseorang mati di tengah-tengah perjuangan mewujudkan Legenda Pribadi, bagi Coelho, itu masih jauh lebih baik.
Seperti yang dikatakan Victor Frankl, "Mereka yang memiliki 'mengapa' untuk hidup, dapat menanggung hampir semua 'bagaimana'." Legenda Pribadi mesti disadari serta dijalani, dan itu tidak akan dipahami siapa pun selain oleh diri kita sendiri yang memilikinya.
Dalam kata-kata Coelho, "Rahasia hidup, bagaimanapun, adalah jatuh tujuh kali dan bangun delapan kali."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H