Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sinergi antara Etika JNE dan "Sapere Aude" ala UMKM

30 Desember 2021   17:03 Diperbarui: 30 Desember 2021   17:15 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemitraan antara JNE dan UMKM dapat menjadi titik balik yang mengagumkan bagi perekonomian nasional | Dokumentasi pribadi

Cara sederhana untuk menilai tumbuh-merosotnya perekonomian Indonesia adalah dengan memerhatikan iklim UMKM di tengah masyarakat. Misalnya pada tahun lalu, ketika sektor UMKM sangat terpukul oleh pandemi Covid-19, perekonomian nasional mengalami resesi.

Tentu penilaian semacam itu terkesan mereduksi kompleksitas yang terjadi, tetapi hal tersebut mudah dipahami karena UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian nasional.

Pada 2018 saja, jumlah pelaku UMKM mencapai 64,2 juta orang atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap PDB pun otomatis menjadi "tulang punggung" dengan persentase yang besar, yaitu 61,1%.

Eksistensi UMKM jelas selalu berada di sekitar kita, dan karenanya keseharian kita cukup dipengaruhi oleh mereka. Kemunduran UMKM adalah pukulan menyesakkan bagi satu bangsa, sebab itu akan menyebabkan tersendat-sendatnya arus perekonomian.

Meskipun pandemi telah memukul pelaku UMKM pada titik terendahnya, tetapi tidak bisa dinafikan bahwa pukulan tersebut justru telah memaksa mereka untuk melakukan digitalisasi secara menyeluruh terhadap bisnisnya.

Alih-alih "lahir kembali" dengan cara yang usang, UMKM bangkit dengan cara yang mengejutkan dalam beberapa bulan belakangan. Indonesia telah mengalami apa yang saya sebut "dentuman e-commerce", dan UMKM memasuki zona tersebut.

Tampaknya mereka mulai menyadari bahwa teknologi menuntut mereka untuk adaptif layaknya perusahaan-perusahaan raksasa yang jauh mendahului mereka. Dalam tempo yang singkat, mereka pun menyediakan produk dan layanan yang serba cepat dan praktis.

Contoh kasus yang mudah terjadi pada ibu saya sendiri. Sebelum pandemi, beliau membuka gerai jajanan sederhana di depan rumah. Produk yang ditawarkan beraneka ragam, seperti bacil, cireng bertabur tepung panir, dan makanan serupa yang diminati kaum muda.

Tetapi kedatangan pandemi benar-benar berdampak buruk pada keberlangsungan gerai ibu saya. Selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut, omzet penjualan semakin menurun dan (seperti kebanyakan pelaku UMKM lainnya) ibu saya hampir putus asa.

Pada saat itu, ibu saya memutuskan untuk menutup gerai jajanan tersebut. Dan seperti yang bisa ditebak, perekonomian kami semakin tidak teratur.

Sejak Oktober 2020, ibu saya tidak pernah lagi membuka gerainya dan beralih sepenuhnya ke dunia digital | Dokumentasi pribadi
Sejak Oktober 2020, ibu saya tidak pernah lagi membuka gerainya dan beralih sepenuhnya ke dunia digital | Dokumentasi pribadi

Suatu waktu, saya memberitahu beliau bahwa tendensi orang-orang sekarang itu adalah kepraktisan dan kemudahan. "Sepertinya kalau Ibu memenuhi kriteria itu," ucap saya, "produk Ibu bisa dikenal lebih luas."

Tentu ibu saya mengerti bahwa itu berarti beliau harus memasuki persaingan di dunia digital, tetapi beliau bukanlah seseorang yang tahu banyak soal itu. Kemudian saya meminta kakak perempuan saya untuk ikut membantu, dan kami benar-benar melakukannya dengan baik.

Teknologi dan situasi sulit melahirkan tekanan pada pihak mana pun. Tetapi bagi UMKM, tekanan tersebut justru tidak menjuruskan mereka pada jurang yang lebih dalam, melainkan sebuah kesempatan besar untuk terbang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Dalam kombinasi yang pas, keduanya memacu kreativitas pelaku UMKM. Berbagai produk unik semakin mudah untuk ditemukan, termasuk produk-produk konvensional yang dikemas lebih menarik.

Berbekal sekelumit pengetahuan tersebut, saya tidak lebih dari sekadar membantu ibu saya untuk melahirkan gagasan kreatifnya sendiri. Bagaikan seorang bidan yang membantu pasiennya melahirkan: bidan itu hanya memberi petunjuk, selebihnya sang ibulah yang melahirkan bayinya sendiri.

Tidak perlu sehari penuh, Ibu saya bereksperimen dengan masakannya yang kemudian menciptakan resep khasnya bernama "sambal cumi". Pada mulanya beliau menawarkan produk tersebut ke orang terdekat, dan responsnya sungguh luar biasa.

Sekadar memuaskan rasa ingin tahu Anda tentang
Sekadar memuaskan rasa ingin tahu Anda tentang "sambal cumi" olahan ibu saya | Gambar diolah dari dokumentasi pribadi

Saya tahu bahwa optimisme beliau adalah semangat yang juga membakar saya, tetapi di sisi lain saya cukup khawatir karena saya tidak bisa membantunya lebih jauh, utamanya terkait pemasaran produk. Terus terang, saya pengguna media sosial yang pasif.

Pada titik inilah kakak perempuan saya mengambil banyak peran, toh dia pun adalah mahasiswi akhir program studi manajemen. Sementara dia sendiri juga pebisnis online, perhatiannya pada Ibu sama sekali tidak minim.

Dia yang berinisiatif untuk mengemas produk "sambal cumi" ibu saya dalam kemasan yang kekinian; sebentuk stoples dari plastik yang bisa memberikan keawetan lebih lama terhadap produk tersebut.

Pemasaran juga dilakukannya secara insentif, dan hasilnya, dalam beberapa kesempatan, ibu saya cukup keteteran untuk memenuhi pemesanan. Untuk pertama kalinya, ibu saya meminta bantuan orang lain dalam mengolah produknya.

Saya sadar sepenuhnya bahwa kesulitan akibat pandemi tidak hanya menimpa kami; begitu pun dengan kebangkitan harapan di tengah dan pasca pandemi, kami bukanlah satu-satunya. 

Seiring mekarnya sekuntum mawar, maka yang lainnya pun akan turut mekar.

Di hari itu, saya percaya bahwa integrasi antara dunia online dengan kreativitas telah membuat UMKM melaju lebih pesat karena mengikuti perkembangan pasar. Produktivitas UMKM semakin meningkat, begitu pula dengan efektivitas, efisiensi, dan kualitas.

Inilah fenomena yang saya anggap sebagai "Sapere Aude ala UMKM".

"Sapere Aude", secara persis, merujuk pada tindakan yang berani untuk berpikir sendiri. Dengan kata lain, berani untuk keluar dari kurungan konvensional, inferioritas, ketidakdewasaan, dan kepicikan diri sendiri.

Semangat "Sapere Aude" menggiring UMKM ke sikap proaktif, yang mengacu pada bagaimana mereka membaca peluang pasar dan mengambil inisiatif mendahului siapa pun.

Mereka mengadopsi pemindaian lingkungan yang berkelanjutan dan menyerap parameter strategis yang berkesesuaian dengan tendensi pasar. Bukan sekadar berinovasi, tetapi juga mengimplementasikannya dengan gairah yang terus membara.

Sikap "Sapere Aude" mendorong UMKM untuk pandai memahami fenomena yang tengah menjadi "kiblat" dari masyarakat. Mereka memanfaatkan kecepatan arus informasi sebagai ladang keuntungan dan perilaku masyarakat sebagai kesempatan.

Jika kita melihat kecenderungan populasi sekarang ini, mereka begitu suka dengan sesuatu yang dilabeli "viral". Orang merasa dirinya cukup istimewa bila menjadi pelopor dari adanya kepopuleran sesuatu.

Tendensi inilah yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk meningkatkan usahanya dengan menghasilkan berbagai ide kreatif perihal produk yang dipasarkannya.

Sesuatu yang unik dan berbeda lebih berpotensi untuk menjadi "viral", dan spirit "Sapere Aude" menjembatani peluang tersebut.

Kreativitas yang disalurkan lewat dunia digital adalah kombinasi yang tepat di era kontemporer ini, sebab itu sama halnya seperti memancing di sungai yang dilimpahi ikan gemuk.

Akan tetapi, bersaing di dunia digital tentulah tidak mudah. Bahkan dalam beberapa momen, kepopuleran sesuatu terjadi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Inilah yang membuat label "viral" sulit dicapai: kadang-kadang mirip seperti mesin yang bergerak acak.

Seseorang boleh saja menawarkan produk yang luar biasa unik dan segar, tetapi dalam persaingan yang sulit, mungkin produknya akan kalah oleh sesuatu yang sebenarnya tidaklah unik, tetapi dikemas dan dipromosikan dengan lebih menarik.

Karenanya, semangat "Sapere Aude" ala UMKM tidak saja menuntut inovasi dan kreativitas, tetapi juga pemasaran yang ulung. Pada titik ini, pelaku UMKM membutuhkan mitra kerja yang membantunya dalam pemasaran, bahkan sekaligus pengantaran.

Membangun produk yang kreatif dan berbeda serta pengaturan keuangan mungkin dapat ditangani secara mandiri oleh pelaku UMKM, tetapi perihal distribusi produk ke tangan konsumen adalah persoalan lain.

Di sinilah perusahaan pengiriman logistik dibutuhkan. Tanpanya, digitalisasi UMKM hampir mustahil untuk dikembangkan. Upaya untuk menjangkau pasar yang luas akan meniscayakan kemitraan di antara keduanya.

Hingga kini, kakak perempuan saya sering mengandalkan JNE untuk mendistribusikan produk ibu saya. Selain karena gerainya ada di mana-mana dan dekat rumah, layanan yang ditawarkan JNE begitu beragam serta bertitik-tolak pada kebutuhan pelanggan.

Hal tersebut melahirkan kenyamanan, khususnya bagi kakak perempuan saya, karena lebih adaptif dan "kekinian". Yang dimaksud "kekinian" adalah tersedianya aplikasi MY JNE yang merangkum semua fitur dalam satu aplikasi, dan itu jelas kekinian dan lebih praktis.

Selain itu, bermitra dengan JNE adalah sesuatu yang bisa meningkatkan citra produk, sebab JNE sendiri telah 31 tahun menjadi andalan bagi masyarakat. Dan hal penting lainnya adalah, ongkos kirim sangat terjangkau dan itu membuat harga produk lebih stabil.

Ketika UMKM berhasil menghadapi suatu perubahan dan menyediakan penawaran pasar yang memiliki kualitas unggul namun dengan harga produk yang terjangkau, maka pada saat itulah pelaku UMKM memiliki "keunggulan diferensial" atas pesaing-pesaingnya.

Kami (maksudnya saya dan keluarga) sangat merasa terjamin oleh etika yang ditunjukkan JNE dalam kemitraan bisnis. JNE jelas mengamini mode masyarakat kontemporer ini, dan itulah mengapa cakupan pemasaran produk UMKM semakin meluas.

Di kala pihak UMKM dan JNE saling membutuhkan dalam suatu kemitraan, maka terbentuklah sinergi yang kuat di antara keduanya. Sinergi tidak melahirkan ketergantungan, melainkan saling-ketergantungan yang mana keduanya berpotensi lumpuh tanpa mitranya.

Seperti kata Stephen Covey, "Sinergi adalah apa yang terjadi ketika satu ditambah satu sama dengan sepuluh atau seratus, atau bahkan seribu. Itu adalah sebuah hasil yang baik ketika dua pihak terhormat melewati prasangka mereka untuk menghadapi sebuah tantangan yang besar."

Sinergi tersebut adalah saling-ketergantungan yang pas antara etika JNE dan "Sapere Aude" ala UMKM, di mana efek gabungan itulah yang melahirkan energi tak terbantahkan. Efek kolaborasi selalu melebihi efek individu.

Etika JNE tercermin dalam nilai perusahaannya: jujur, disiplin, tanggung jawab, dan visioner. Sedangkan "Sapere Aude" ala UMKM terlukiskan dalam semangat kreativitas mereka dalam memperbarui produk "konvensionalnya" menuju titik digitalisasi yang menguntungkan.

Kombinasi dari keduanya adalah kemitraan yang menghancurkan dinding paceklik, dan pada akhirnya kita tahu bahwa momen itulah... yang merupakan titik balik perekonomian nasional pasca pandemi Covid-19.

Orang dapat melakukan sedikit hal bila sendirian, tetapi bersama-sama, kita bisa melakukan banyak hal yang mengagumkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun