Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Langit Berhantu

16 Desember 2021   19:00 Diperbarui: 16 Desember 2021   19:03 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Karena itu berarti kita hanyalah setitik debu yang melayang-layang di luasnya bentang alam semesta. Kita dilahirkan ke dalam suatu misteri akbar di bawah selimut bintang-bintang. Kita bukan hanya kecil, tapi juga rapuh dan fana."

Sejenak aku membisu dan ketakutan. Aku kembali bertanya untuk mengurangi rasa tegangku, "Maaf bertanya soal ini, tapi untuk apa semua ini diciptakan, Abi? Tidakkah semuanya begitu berlebihan?

Jika ada titik ruang yang tidak bisa diamati oleh manusia, lalu siapa yang akan menikmati keindahannya?"

Dia tidak menjawab dan hanya melamun dalam kekosongan laut yang memesona. Meskipun dialah orang yang mengadopsiku sejak aku berumur 9 tahun, kadang-kadang aku masih merasa kasihan betapa hidupnya dipenuhi rasa sepi.

"Mungkin di sana ada makhluk yang melebihi peradaban kita dan karenanya bisa menikmati semua keindahan yang tidak terjangkau oleh kita, atau semua itu memang diciptakan supaya manusia terus mengembangkan kemampuannya dalam menjelajah keluasan kosmos.

Manusia ditakdirkan untuk mempertanyakan dirinya sendiri, semestanya, dan penciptanya. Sungguh mengagumkan betapa jagat raya memberikan banyak pertanyaan untuk kita seolah manusia sedang ditantang untuk mengenali semestanya sendiri."

"Mengapa kita harus melakukannya?" tanyaku. "Tidakkah semua itu begitu melelahkan dan mungkin tidak berguna?"

"Kita berhadapan dengan pencarian yang tak terbatas. Kita dilemparkan ke dalam sebuah lorong gelap yang entah di mana ujungnya dan terus dicekik oleh keragu-raguan atas usaha kita sendiri.

Tetapi, kosmos adalah kita, dan kita adalah kosmos. Mempertanyakan misteri alam semesta sama halnya dengan mempertanyakan diri kita sendiri," tukasnya.

"Berarti kita adalah kepingan kecil yang juga misterius dari teka-teki akbar jagat raya?" tanyaku sedikit gemetar.

"Kau sangat cepat belajar, Anakku," singkatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun