Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Telaah Banalitas Korupsi dari Kedalaman Manusia

8 Desember 2021   11:34 Diperbarui: 10 Desember 2021   16:16 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Petugas KPK menunjukkan barang bukti yang diperoleh dari operasi tangkap tangan (OTT), Jakarta, Jumat (1/4/2016).(TRIBUNNEWS / HERUDIN)

Hedonisme yang tanpa batas bukanlah jalan keluar yang kita maksudkan, sebab pengejaran semacam itu hanyalah cara berlari dari ketidakpuasan menuju ketidakpuasan lainnya sepanjang waktu.

Mereka seperti terjebak dalam labirin tanpa garis akhir, dan karenanya sedari awal mereka sudah memilih arena permainan yang keliru.

Jadi selamat datang di lingkaran setan: mereka berangkat dari kehampaan menuju kelimpahan dunia, tetapi nyatanya mereka hanya berputar-putar dan selalu kembali ke tempat yang sama di mana mereka memulai.

Psikolog menyebutnya sebagai "Hedonic Treadmill". Idenya adalah ke mana pun mereka berlari mengejar kebahagiaan, sesungguhnya mereka tidak beranjak sama sekali akibat pengejaran kenikmatan yang tiada akhir.

Manusia adalah makhluk pemburu segalanya dan acapkali tidak peduli dengan konsekuensi dari perburuannya. Para koruptor terbukti tidak berdaya dalam memproyeksikan masa depannya. Imajinasi mereka sudah "mati".

Mereka mengabaikan sesuatu yang belum ada, padahal mungkin saja sesuatu itu mengguncang mereka tanpa aba-aba. Dan kenyataannya memang demikian. Para koruptor terdampar pada pulau buatannya sendiri yang memerangkap dirinya dalam disposisi naif.

Sekarang kita tahu bahwa sebenarnya kita tidak kekurangan politisi ataupun orang yang ingin mengemban amanah publik. 

Hanya saja, sedikit dari mereka yang menjangkau kiprahnya sampai pada wilayah makna, dan bahwa dedikasinya untuk menyumbangkan harapan pada sesama tampak kurang disadari.

Selama ini citra politik di masyarakat sudah "kotor", dan orang-orang yang masuk ke dalamnya (kebanyakan) malah semakin memperburuk paradigma tersebut. Korupsi menjadikan tata politik sekadar menjadi sekumpulan kisah buruk dari pertikaian antar elite.

Mereka kerap berakhir dalam drama kenaifan, sebab politik pun tidak dijadikan sebagai teater refleksif. Kemiskinan etika politik banyak tumpang-tindih dengan ambisi politik. Orang tidak lagi datang dengan visi yang mendalam, tetapi dengan uang yang banyak.

Pemberantasan korupsi melalui pendekatan normatif tampaknya tidak begitu efektif, sebab hingga sekarang pun (yang konon katanya dibangun dengan demokratis dan manusiawi) tetap menjamur kasus korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun