Kebutuhan ego dituntut oleh kondisi eksternalnya, sebab manusia pun membutuhkan pengakuan, kehormatan, dan tepuk tangan yang meriah untuk dirinya.
Tetapi para koruptor adalah orang-orang yang secara keliru menukar kesejatian hidup demi beberapa kesenangan yang dangkal. Mereka menyingkirkan keindahan hidup oleh rayuan fatamorgana bagaikan pengembara gurun yang tertipu oleh bayang-bayang oase.
Inilah yang jarang dibahas oleh publik bahwa korupsi, jika ditilik secara mendalam, kerap berakar pada nihilisme yang amat halus dan tidak disadari, tapi cukup untuk menyetir kesadaran pelaku.
Diakui ataupun tidak, korupsi merupakan jalan instan dan nyaman menuju hedonisme selama perjalanan tersebut berlangsung senyap. Pengejaran akan kenikmatan terdengar mengagumkan, barangkali karena memang itulah sifat alamiah dari manusia.
Namun, gaya hidup hedonis yang ditempuh oleh koruptor adalah murni berkonotasi negatif, sebab mereka berusaha menggapai kebahagiaannya dengan mengorbankan pihak lain bagaikan menanam anggur di ladang yang bukan miliknya.
Hal ini senada dengan pemikiran Francois de Sade bahwa kenikmatan tertinggi kerap identik dengan penyimpangan dan kejahatan. Baginya, kenikmatan puncak adalah suatu kenikmatan yang menyimpang (perverse pleasure), atau kenikmatan yang gila (crazy pleasure).
Korupsi merujuk pada kesenangan yang lahir dari adanya kenestapaan di pihak rakyat.
Saya menyebutnya dengan "Kesenangan Destruktif", yaitu upaya mencapai kesenangan melalui penghancuran pada sesuatu di luar diri sendiri sehingga terjadi barter antara kegembiraan dan rasa sakit di pihak lain.
Korupsi adalah bentuk konkret dari perburuan kesenangan tanpa batas yang dilakukan manusia dengan selalu diselubungi oleh kemunafikan penampilan dan pencitraan.
Dengan kata lain, kecenderungan bersikap korup sudah tertanam di dalam hasrat manusia untuk merenggut kesenangan yang tanpa batas, dan sikap mendua atas kesenangan itu sendiri bahwa manusia selalu malu atas dorongan-dorongan perburuan kesenangan yang ada dalam dirinya, lantas mereka secara diam-diam menjadikannya sebagai bagian dari kesehariannya.
Selama ini kita selalu memaki para koruptor, namun sesekali kita perlu memahami mereka karena bagaimanapun juga, mereka meniti kehancurannya dengan berjalan menuju ngarai gelap yang dibuatnya sendiri lewat korupsi.