Hemat saya, fenomena korupsi di Indonesia telah mencapai tahap banalitas yang mana kebiadaban semacam itu tidak lagi dianggap sebagai kejahatan, melainkan sesuatu yang lumrah dan malah merugikan bila tidak dilakukan.
Pada akhirnya, kita mendapati para koruptor tidak menyesali perbuatannya dan malah tetap mampu tersenyum (bahkan tertawa) di depan publik, seakan apa yang mereka lakukan merupakan suatu kebanggaan betapa mereka telah berani menerobos rambu-rambu konstitusi dan bahwa pihak-pihak fundamental ada dalam "kantong saku" mereka.
Ketika korupsi mencapai tahap banalitas, maka nilai baik dan buruk menjadi tiada bedanya.
Apa yang mungkin tidak kita sadari adalah, banalitas kejahatan dalam wujudnya yang sederhana kerap kali menjadi keseharian kita, bahkan beberapa di antaranya sering dilakukan sejak kecil.
Semasa sekolah, barangkali Anda lebih memilih menulis contekan daripada belajar giat dalam menghadapi ujian. Atau ketika Anda dikenai surat tilang, Anda bernegosiasi dengan petugas yang bersangkutan dan memberinya beberapa lembar uang.
Dalam dunia kepenulisan, kita melihat plagiarisme tumbuh subur seperti jamur di musim hujan. Bahkan di dunia akademik, "korupsi gagasan" juga sering terjadi, entah di tingkat menengah maupun tingkat tinggi.
Semua itu merupakan contoh banalitas kejahatan yang banyak terjadi di sekitar kita. Namun yang lebih ironisnya lagi adalah, mungkin kitalah pelakunya tanpa disadari.
Menilik kebiasaan tersebut yang nyaris sudah mengakar dalam masyarakat, mungkinkah korupsi juga menjadi semacam budaya? Itu adalah tesis yang menarik, tetapi dalam artikel ini, pertanyaan mendasar saya adalah, "Dari mana banalitas korupsi muncul?"
Kesenangan Destruktif
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa lepas dari kodrat hewaninya untuk mencari kenikmatan di dalam hidupnya. Ketika moralitas dalam diri seseorang telah "mati", maka saat itu pula dia tengah kembali menuju nilai terendahnya sebagai manusia.
Kecerdasan tanpa kepekaan moral hanyalah potensi untuk menjadi kejam tanpa merasa bersalah, pun moral tanpa pengetahuan bagaikan induk gajah yang memberi makan anaknya seekor kobra.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!