Semakin sedikit kita berbicara, semakin banyak kita mendengar. Informasi dan pengetahuan yang kita akses perlahan akan meningkat secara substansial setelah kita belajar untuk membungkam prasangka dan mulut kita.
Pada prosesnya, kita akan semakin tersadar akan batas pengetahuan kita. Seperti kata Socrates, "Orang bijaksana adalah dia yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu apa-apa."
Ketika kesadaran itu semakin mengakar, maka kita lebih cenderung untuk mendengarkan dan mengamati daripada berbicara apa yang kita pikir kita ketahui. Saya tidak ragu-ragu untuk mengatakan bahwa kerendahan hati inilah yang menjadi tanda kecerdasan.
Input yang baik akan sangat mungkin untuk menghasilkan ouput yang berkualitas. Sama seperti proses produksi barang, bahan baku dan kreativitas yang kita miliki akan menentukan seberapa berkualitasnya produk kita nanti.
Demikian juga yang terjadi pada kita: semakin berkualitas input yang kita serap sebagai modal, maka semakin baik pula output yang kita hasilkan.
Semakin berkualitas pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita, semakin berkualitas ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut kita. Keduanya berkorelasi positif. Apa yang kita dapatkan, itulah yang kita kerahkan.
Kita tidak lagi berkeinginan untuk menjadi bijaksana, sebab kita memang tengah menjalaninya. Ketika Anda berada dalam sebuah pusaran keajaiban yang memikat, Anda tidak menginginkan keajaiban itu. Andalah keajaiban itu, dan merekalah yang menginginkan Anda.
"Orang bijaksana berbicara ketika mereka memiliki sesuatu untuk dikatakan," urai Plato, "sedangkan orang bodoh berbicara karena mereka harus mengatakan sesuatu."
Maksudnya, mereka yang bijaksana tidak akan berbicara kecuali mereka bisa memastikan bahwa apa yang dikatakannya memanglah penting dan berguna. Tetapi mereka yang sembrono akan berbicara ketika sebenarnya pikiran mereka begitu "kosong".
Saya merasakan kepuasan yang luar biasa ketika duduk senyap bersama buku dan secangkir kopi, menatap kelabunya hari yang hampir tenggelam, meresapi kelembutan tiupan angin yang kadang-kadang membuat saya bergidik.
Saya mulai menyadari bahwa saya dapat mendengarkan keheningan dan belajar sesuatu yang berharga darinya. Keheningan, bagaimanapun juga, memiliki kualitas dan dimensinya tersendiri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!