Anda pun tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di media sosial, tetapi Anda selalu punya kuasa untuk memilih bagaimana Anda menanggapinya. Semua berserah pada subjek yang memperlakukan objek. Baik atau buruk adalah hasil dari keputusan Anda sendiri.
Jika badai terlalu besar dan Anda tidak mampu menanganinya, Anda dapat menghentikan perjalanan kapan pun Anda menginginkannya, sebab Anda juga dapat mengemudikan kapal ke arah mana pun yang Anda kehendaki. Dan Anda mengerti maksud saya.
Kepahlawanan di media sosial tampaknya membutuhkan semua sikap standar yang sebelumnya berlaku: keberanian, ketangkasan, kecerdasan, dan kepedulian.
Media sosial adalah medan pertempuran baru yang tengah kita hadapi saat ini, karenanya masing-masing dari kita mesti menjadi pahlawan untuk diri sendiri. Atas alasan yang berdasar, kitalah nakhodanya. Kitalah pengemudinya.
Dengan menjadi pahlawan untuk diri sendiri, maka secara bersamaan, kita juga turut menjadi pahlawan untuk orang lain. Altruisme dalam wujudnya yang lain telah muncul, dan entah mengapa betapa yakinnya saya tentang hal itu.
Dan ngomong-ngomong, selamat hari pahlawan. Jika ada saatnya kita membutuhkan pahlawan (lagi), inilah saatnya. Masa krisis belum usai. Dunia nyata dan dunia maya sama saja.
Kini hanya tinggal bagaimana kebijaksanaan kita menanggapi semua itu, dan ingat baik-baik bahwa kita adalah manusia. Belakangan saya menjumpai banyak makhluk yang mengaku-ngaku sebagai manusia, tetapi moralitasnya benar-benar nihil. (Ha.ha)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H