Beberapa hal terpenting dalam kehidupan tidak dapat kita temukan di dunia luar. Mungkin kita dapat membeli jenis kebahagiaan tertentu, seperti membayar perjalanan ke pantai atau menambah koleksi mobil.
Tetapi yang lebih penting daripada semua itu adalah, kita tidak bisa membeli "makna".
Manusia adalah makhluk pencari makna. Makna adalah alasan di balik kepahlawanan seseorang meskipun dunia ini tidak memberinya apa-apa. Makna adalah pegangan yang ditawarkan pada manusia ketika segala sesuatu begitu kacau dan ambyar.
Makna adalah selimut dari dinginnya bungkus kosmik.
Tetapi lebih seringnya, kita menganggap bahwa makna semua hal yang selama ini mengelilingi kita adalah kekosongan makna itu sendiri. Kita cenderung memaknai semuanya sebagai ketiadaan makna.
Pada dasarnya, kita sudah merasa terbiasa dengan dunia. Â Kita tumbuh dengan sepenuhnya menjadi dewasa dan tidak menyisakan ruang sedikit pun untuk "jiwa" anak-anak yang dulu pernah kita miliki.
Padahal jiwa itulah yang membantu kita untuk terpikat (kembali) dengan semesta dan mengaguminya. Ketika kita merasa bagian dari semesta itu sendiri, kita mengerti tentang apa makna dari semuanya; makna dari kesejatian diri sendiri.
Di sinilah kisah alternatif kehidupan perlu diceritakan. Sebagian besar dari kita menjalani hidup dengan sistem auto-pilot, dan kita cenderung menganggap semua yang ada sebagai mode default yang tidak bisa dipertanyakan (lagi).
Kita hidup dalam masyarakat yang memandang individualitas sebagai sesuatu yang aneh. Kadang-kadang mereka sedemikian konservatif sehingga kita pun menjadi tidak disukai ketika kita memilih jalan yang berbeda dari kemapanan mereka.
Jadi bagaimana kita dapat menemukan makna dalam hidup kita ketika sepanjang waktu kita melakukan apa yang orang lain lakukan, sedangkan makna sangat subjektif dan sepenuhnya bergantung pada apa yang menurut kita bernilai?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!