Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutemukan Diriku Sendiri

5 Oktober 2021   19:00 Diperbarui: 5 Oktober 2021   19:24 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalani takdirmu, dan ingatlah untuk hidup | Ilustrasi oleh Lukas Baumert via Pixabay

Putri Kecilku, surat ini kutulis pada malam kelabu yang menyejukkan di bawah pohon tabebuya. Aku pikir hanya inilah kesempatanku untuk bisa berbicara padamu, sebab esok hari aku tidak tahu bising macam apa yang akan menghancurkan telingaku.

Di sini anak-anak sebayamu tumbuh seperti tengkorak. Mereka hanya punya sedikit daging, pun begitu pula harapan-harapan mereka terhadap kehidupan. Pada siang hari yang amat terik, mereka menari-nari bersama dentuman bom dan jeritan perempuan.

Kala malam hari, mereka berdiri termenung di tepi pantai memandangi bayangan mereka sendiri yang begitu pucat pada sapuan ombak. Mereka terjebak dalam kebisingan dan keheningan. Mereka terjerat dalam nestapa dan kedamaian.

Mereka terkurung dalam raga mereka sendiri yang begitu rapuh dan lemah.

Aku tidak tahu seberapa lama mereka akan mampu bertahan. Apa yang kutahu hanyalah kekuatan mereka untuk senantiasa menertawakan kehidupan. Apa yang mereka pikirkan tentang takdir? Apa yang mereka tahu soal keadilan?

Dunia punya banyak mawar untuk dipetik, tetapi ia hanya menyisakan duri-durinya untuk beberapa yang tidak beruntung. Haruskah mereka pergi memberontak? Kepada siapa mereka harus memberontak?

Putri Kecilku, aku sama sekali tidak khawatir ke manapun takdir membawaku pergi; setiap tempat adalah rumah bagiku. Hanya saja aku sedikit gugup: apa yang akan mampu kukatakan ketika mulutku hancur tiada rupa dan seluruh kata hilang dalam memoriku?

Sejenak aku teringat masa kecilku yang menggembirakan; tepat ketika usiaku persis sepertimu sekarang ini. Pernah suatu waktu, kakekmu membawaku ke tengah hutan pada malam hari, lalu dia membiarkanku sendirian di tengah kegelapan dan kesunyian.

Aku hampir menangis saat itu, tapi sesuatu dalam pikiranku berucap bahwa aku mesti "menyatu" dengan sekitar seolah kakekmu berbisik padaku lewat angin hutan yang sangat tajam menyakitkan kulit.

Dalam perjalanan pulang, kakekmu bertanya, "Apa yang kau pelajari?" Tentu dengan polosnya aku menjawab, "Menakutkan! Aku merasa diawasi dari segala arah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun