Pemikiran hitam-putih juga membentuk mental yang kaku seperti kayu: sekalinya diserang, Anda langsung "patah". Satu kegagalan yang Anda alami, entah sekecil apa pun, jika Anda punya pola pikir yang hitam-putih, Anda akan percaya bahwa Anda adalah pengecut.
Anda mengategorikan diri pada kutub yang ekstrem, sebab itulah esensi dari pemikiran hitam-putih. Akibatnya, mental Anda mudah "patah" dan teramat rapuh, sehingga tidak pernah berkeinginan untuk memperbaiki diri.
Dengan demikian, pemikiran dikotomis juga menghambat pembelajaran yang sangat mungkin untuk Anda terima. Ketika Anda merasa "saya payah" atau "saya sukses", kedua-duanya pun tidak ada yang lebih baik.
Yang benar adalah "kadang-kadang saya sukses dan kadang-kadang juga saya gagal". Maka perspektif itu akan membuka kebesaran hati Anda untuk mendeteksi kelemahan diri sendiri, dan kemudian memperbaikinya. Pengembangan diri pun menjadi sangat mungkin.
Pada tingkat yang lebih lanjut, pemikiran hitam-putih dapat menjadikan Anda seorang perfeksionis, bahwa yang ada di dunia ini hanyalah kesempurnaan dan kegagalan.
Tingkat keegoisan juga turut terpengaruh. Ketika Anda sedang menjalin kerja sama dengan orang lain, pemikiran hitam-putih akan menekan Anda untuk memutuskan "apa yang menjadi bagian saya dan apa yang menjadi bagian mereka".
Padahal, hakikat dari kerja sama adalah saling menyokong satu sama lain.
Pada akhirnya, saya tidak benar-benar mengatakan bahwa pemikiran hitam-putih itu buruk. Dalam kesempatan khusus, memang lebih baik untuk berpikir demikian sesuai apa yang kita hadapi saat itu juga.
Jika saya sedang mengangkut beras satu karung, saya tidak akan ragu-ragu untuk mengatakan pada Anda bahwa itu sangat berat. Saya tidak akan berkata, "Ya, ini cukup berat karena semalam saya begadang menonton Barcelona. Tapi jika keadaan saya bugar, ini ringan."
Apa yang kemudian Aristoteles ajarkan adalah, bahwa kunci kebajikan terdapat pada moderasi atau jalan tengah. Terlalu takut itu buruk karena berarti Anda pengecut. Tidak takut sama sekali juga buruk karena berarti Anda akan sembrono.
Apa yang baik (menurut Aristoteles) adalah sintesis dari keduanya, yaitu keberanian. Kikir itu buruk, begitu pula sifat boros. Kualitas terbaik yang berada di antara keduanya adalah hemat (bersifat adaptif).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!