Dan itu benar. Mereka memang merengkuhnya. Hanya saja, benar juga bahwa orang gagal merangkul kegagalannya. Malahan, mereka merangkulnya dengan lebih erat hingga lebih banyak tangisan yang meletup.
Jadi, apa perbedaan antara kegagalan yang menghasilkan inovasi dengan kegagalan yang menghasilkan ... lebih banyak kegagalan?
Jawabannya tidak terletak pada kegagalan itu sendiri, melainkan pada cara kita mengingatnya atau, lebih tepat lagi, cara kita menyimpannya.
Orang gagal yang berhasil adalah mereka yang mengingat dengan pasti di mana dan bagaimana mereka gagal sehingga saat menghadapi masalah yang sama, bahkan dalam kemasan yang berbeda, mereka mampu mendapatkan "petunjuk kegagalan" ini dengan jitu.
Ini seperti ketika Anda bermain video game Super Mario. Katakanlah di suatu level, Anda gagal menyelesaikannya karena terbendung  oleh musuh yang mengejutkan Anda dekat jajaran batu-bata dan cerobong hijau tunggal.
Ketika Anda mengulangi level tersebut, dengan mengingat kesalahan yang dilakukan pada kesempatan sebelumnya, Anda menjadi lebih cekatan.
Begitu pun dalam dunia nyata. Ketika kita berhasil menemukan informasi penting tentang kegagalan, gambaran yang acapkali terpotong-potong itu tiba-tiba menjadi lengkap dan jalan keluarnya mudah ditemukan.
Dengan kata lain, orang gagal yang sukses menemui jalan buntu seperti orang lain, tapi lebih mampu mengingat "lokasi" persis jalan buntu tersebut. Mereka bersedia melacak kembali jejak mereka, sebab kenikmatan sukses mereka pun ditentukan oleh prosesnya itu sendiri.
Implikasinya sangat besar. Sebagai permulaan, ini menyatakan bahwa pengetahuan itu sendiri kurang penting dibandingkan cara kita menyimpannya, dan seberapa siap kita mengaksesnya.
Ibarat Anda mendirikan perpustakaan pribadi yang amat megah, tapi untuk apa jika Anda sendiri tidak pernah membuka satu buku pun dan mempelajarinya?
Itulah mengapa nasihat "lupakan dan maju terus" benar-benar keliru. "Ingatlah dan maju terus" adalah cara para genius menjalani kehidupannya.