Tokoh dalam dongeng tidak menggantungkan diri pada alur atau latar dalam dongeng tersebut, melainkan pada penulis dongeng itu sendiri.
Pesan bahwa cinta membutuhkan pembuktian
Dalam kata-kata Erich Fromm, "Perlu beberapa saat untuk memberi tahu seseorang bahwa Anda mencintainya, tetapi butuh waktu seumur hidup untuk membuktikannya."
Kita bisa mengungkapkan tentang seberapa cintanya kita pada Tuhan, tetapi apa yang membuktikan cinta kita itu nyata dan bukan hanya omongan belaka? Idul Adha memberi kesempatan pada kita untuk membuktikan rasa cintanya kepada Allah.
Adalah tentang seberapa relanya kita mengorbankan sekelumit harta untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.
Mengikis daya hewani dan sepenuhnya menjadi manusia
Proses penyembelihan ketika Idul Adha menjadi simbol bahwa manusia mesti sepenuhnya menjadi manusia dan melampaui daya hewani.
Setidaknya ada tiga daya yang menghidupkan seluruh makhluk di muka bumi, yaitu daya nabati, daya hewani, dan daya manusia. Daya nabati dialami oleh seluruh makhluk hidup seperti makan, berkembang biak, tumbuh, dan berkembang.
Daya hewani hanya dimiliki oleh hewan dan manusia seperti naluri, berpikir, gerak yang lebih bebas, dan nafsu. Tetapi melampaui itu, manusia punya kemampuan berpikir yang lebih kompleks, kesadaran diri sepenuhnya, bahkan intuisi.
Beberapa filsuf mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir. Jadi ya ... ketika Anda menjalani hidup tanpa berpikir ...
Tapi dalam momen Idul Adha, pengikisan sifat hewan lebih khusus pada sifat nafsunya. Seorang manusia tidak boleh mengandalkan nafsunya, karena tidak hanya mengacaukan dunia, tapi juga menghancurkan dirinya sendiri.
Dorongan nafsu dapat menyesatkan kita, acapkali membuat kita tidak peka dan tidak peduli terhadap penderitaan orang lain.
Bahwa hidup ini menuntut pengorbanan
Hidup itu seperti perdagangan akbar: apa yang Anda terima adalah hasil dari apa yang Anda lepas. Dalam konsep trade-off, kita mesti mengorbankan sesuatu untuk meningkatkan sesuatu di lain sisi.