Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Surat kepada Seorang Teman: Hidup Saja Tidaklah Cukup

22 Juni 2021   06:00 Diperbarui: 22 Juni 2021   06:19 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidup saja tidaklah cukup, sebab engkau bukanlah tumbuhan atau hewan | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Lima tahun telah berlalu dan selama itu pula kita berpisah. Dapat kusampaikan di sini bahwa dalam masa yang panjang itu, aku tak dapat melupakanmu dengan segala kenangan yang terukir. Terkadang, kenangan itu cukup menyakitkan untuk diungkit kembali.

Surat darimu telah kuterima dari seorang tukang pos yang menyunggingkan senyum aneh. Dia datang mengusik ketenangan senjaku di tengah gerimis hujan yang dingin.

Amplop yang dibawanya sedikit basah, tidak peduli seberapa kerasnya dia berusaha menutupi amplop itu dengan plastik.

Dia mengenakan jas hujan berwarna hijau-abu. Katanya alamat rumahku sulit dicari karena tidak tercantum nomor rumah. Dan dia benar, aku sengaja melepasnya dari depan pintu. Ternyata menjadi orang asing itu menyenangkan, Kawan.

Beberapa kalimat tidak bisa kubaca dengan jelas karena luntur bersama tetesan hujan. Aku harap tidak ada salah paham dalam penafsiranku, sebab suratmu itu mengandung kabar "kemenanganmu" atas dunia. Dan itu mengejutkanku.

Engkau katakan padaku, "Aku telah menaklukkan dunia dengan lari darinya. Aku hidup!"

Aku tak bisa percaya bahwa dunia punya papan khusus untuk mencantumkan nama pemenang. Ada banyak hal yang membuatnya demikian. Dan aku lebih senang mengatakan itu sebagai kewajaran, dan tidak sepatutnya dunia ini memiliki seorang pemenang atau penakluk.

Sekarang, jika kurenungkan kembali kata-kata itu, dadaku terasa sesak. Padahal aku tengah duduk di teras rumah bermandikan sinar mentari yang hangat. Gumpalan awan putih di atasku itu demikian megah hingga aku sendiri ingin melayang di dalamnya.

Secangkir cappucino-ku hampir dingin tertiup angin yang lembut. Akan tetapi, udara di sekitar hidungku terasa kasar dan tajam. Aneh rasanya. Dan menyakitkan. Setiap kali seruanmu terngiang dalam pikiranku, seluruh darah-darahku terasa mendidih.

Aku pikir tidak bisa begitu, Kawan. Engkau tidak bisa mengalahkan dunia hanya dengan lari darinya! Sebab tidak peduli engkau berada di sudut mana pun yang paling gelap, dunia selalu ada dalam dirimu! Di sanalah engkau mencari kehangatan!

Kita turun ke muka bumi di tengah-tengah peradaban yang kacau. Tidak seorang pun yang dapat mengerti bagaimana roda nasib bekerja. Mungkin lari menjauh darinya terdengar logis dan sederhana. Tapi, tidakkah para pengecut juga melakukan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun