Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun. Di sini saya sadar betul bahwa saya sedang membicarakan manusia dengan segala keegoisannya. Namun justru karena itulah saya menulis ini, berusaha untuk membagikan apa yang saya ketahui tentang risiko dari ketenaran.
Apa yang saya temukan sejauh ini adalah, ketenaran yang lumrah dipahami sebagai solusi malah sering datang sebagai polusi. Sesuatu yang kita anggap menguntungkan ternyata lebih banyak membuntungkan! Ada banyak cacat dalam popularitas. Mengapa?
Terikat oleh hal-hal di luar diri sendiri
Masalah terbesar dari menjadi terkenal adalah kesulitan kita untuk menjadi diri sendiri. Sebelum Anda memutuskan untuk mengejar ketenaran, Anda mesti sadari baik-baik bahwa itu berarti Anda sedang mengikatkan diri Anda pada keinginan orang lain.
Tuntutan pasar menjadi daftar panjang yang harus Anda centang setiap hari. Pelanggaran aturan ini bisa membuat Anda kehilangan semuanya dalam sekejap. Selera pasar amatlah dinamis dan sensitif!Â
Anda mengabaikan kehausan mereka sekali saja, Anda mendekati jurang kehancuran.
Inilah mengapa mereka yang mengejar ketenaran dan bisa terkenal mendadak sering tidak bertahan lama muncul di permukaan: karena mereka tidak bisa terus-terusan menuruti keinginan pasar.
Keletihan mereka telah membunyikan sirene peringatan dalam jiwanya yang menandakan sudah saatnya mereka kembali menjadi diri sendiri.
Katakanlah Anda sekonyong-konyong menjadi selebriti yang dipuja karena parasnya. Dengan menjadi terkenal, berarti Anda mesti merelakan diri Anda sendiri yang diatur sedemikian rupa oleh selera pasar.
Mulai dari alis yang tebal, bulu mata yang lentik, hidung seperti perempuan Rusia, bibir tebal yang merona, rambut terurai lurus bak mi ramen, kuku jari berwarna-warni seperti sayap merak, dan gaun Anda itu ... mengingatkan saya pada gumpalan kapas di langit musim panas!
Dan itu tidak mutlak. Maksud saya, Anda bisa saja melanggar atau mengabaikan selera publik yang Anda benci. Tetapi risikonya jelas di depan mata: Anda akan terlempar dari ketenaran yang berkilauan itu.
Ah, sekarang Anda mengingatkan saya pada seekor anjing penurut yang saya lihat sedang terikat oleh tali hitam di taman kota. Dia tercekik! Dalam matanya yang berbinar-binar, tercermin bola-bola yang dilemparkan anak-anak.