Dalam banyak hal, kita tidak tahu apa-apa. Tidak peduli secerdas apa pun seseorang, dalam hal tertentu, dia tetap orang awam. Kita tidak tahu sebanyak yang kita pikirkan. Ketika diuji, kebanyakan dari kita tidak bisa menjelaskan cara kerja hal-hal yang kita pikir kita pahami.
Coba temukan benda-benda di sekitar Anda dan jelaskanlah bagaimana benda tersebut bekerja. Besar kemungkinan, Anda akan menemukan kesenjangan yang tidak terduga dalam pengetahuan Anda.
Hal terpentingnya adalah, mengetahui "produk" bukan berarti memahami "produk". Kita tahu bagaimana rupa samudra jika dilihat dari permukaan, tetapi kita tidak begitu tahu apa yang ada di dalamnya.
Inilah yang kemudian banyak dilakukan orang-orang. Mereka sekadar tahu permukaannya, tetapi mereka berkomentar tentang kedalamannya. Mereka hanya tahu rupa dan kegunaan kulkas, tetapi mereka malah mengomentari cara kerja dari mesin kulkas. Iya?
Belakangan ini, media sosial telah membantu demokrasi dalam mewadahi kebebasan berpendapat. Tentu ini bagus, sekaligus mengerikan. Kita melihat hampir semua orang menyuarakan pendapatnya di kolom komentar terkait hal apa pun.
Akan tetapi, apakah mereka semua benar-benar mengerti tentang sesuatu yang mereka suarakan? Mirisnya, tidak. Maksud saya belum tentu, karena jika kita cermati, kebanyakan dari pendapat mereka tidak relevan. Atau teman saya yang sarkas akan bilang, "Omong kosong!"
Pada akhirnya, kondisi demikian menyebabkan kerancuan dan perselisihan yang tidak berujung. Bukannya memulihkan konflik, pendapat yang mengawang-ngawang malah bisa menyebabkan chaos yang berkepanjangan.
Ini menjadi sebuah arus yang mematikan: orang awam mengomentari sesuatu yang tidak dipahaminya, kemudian dibaca oleh orang awam lainnya dan pendapat itu dipercaya sebagai kebenaran, lalu orang awam itu turut membagikan keabu-abuan itu, dan dipercaya lagi oleh orang awam lainnya.
Siklus itu akan mulai membentuk jembatan yang panjang dan rapuh, sehingga siapa pun yang masuk ke dalamnya akan terjatuh ke jurang kesesatan.
Pada titik ini, kita mesti sadar bahwa dalam banyak hal, kita adalah orang awam.
Sederhananya, orang awam adalah orang biasa yang bukan ahli dalam suatu hal. Di sini kita mesti membuang asumsi bahwa orang awam adalah orang bodoh dan tidak tahu apa-apa. Pada hakikatnya, setiap orang selalu bodoh di permulaan.