Apakah notifikasi Facebook lebih penting ketimbang mengistirahatkan diri bersama alam yang pada dasarnya merupakan sekutu terbesar kita?
Cobalah untuk mendengarkan para burung bernyanyi. Anda akan terpesona karena lagu yang mereka lantunkan adalah lagu yang juga dinyanyikan oleh para bidadari di surga.
Atau awan-awan yang bergerak. Tancapkan pandangan Anda untuk menembus batas horizon. Bayangkan Anda terbang di ruang hampa dalam kegelapan. Anda akan melihat batu marmer biru yang kesepian sedang melayang. Itu adalah planet kita.
Dan kita bisa mencontoh para pendahulu kita. Mereka juga mengalami rasa kesepian, namun mereka memiliki ekspektasi yang lebih sederhana tentang jumlah pertemanan yang seharusnya mereka miliki.
Mereka menganggap kesepian sebagai bagian yang tak terhindarkan dari menjadi manusia.
Para leluhur kita tidak dihadapkan pada postingan foto liburan di Instagram yang sempurna tentang anak-anak yang tampaknya tidak mampu melakukan apa pun kecuali kelucuan. Tetapi mereka (jauh lebih) bahagia.
Pada akhirnya, kita tahu bahwa epidemi kesepian ini merupakan kesalahan kita dan teknologi.
Perusahaan teknologi besar merancang perangkat mereka agar membuat ketagihan karena itulah model bisnis mereka. Tetapi kita juga bersalah karena (sebagian dari) kita malah dengan sengaja menenggelamkan diri padanya.
Padahal, kita dapat menghentikan penggunaan teknologi jika kita memilih untuk mencabutnya. Saya tahu itu tidak mudah. Tapi, marilah kita kembali menuju esensi dari media sosial.
Marilah kita gunakan media sosial sebagaimana tujuan ia pada awal diciptakannya. Anda tahu mengapa?
Tak ada hal besar yang memasuki kehidupan manusia tanpa kutukan -- Sophocles