Namun, waktu dan energi yang dihabiskan untuk media sosial telah mengorbankan hubungan yang lebih mengakar, intim, dan mendukung.
Karenanya, ketika Anda mengalihkan dunia Anda kepada media sosial, Anda sedang mengorbankan waktu berharga Anda di dunia nyata hanya untuk melakukan interaksi yang dangkal di media sosial.
Oh, dan Anda pun merasa kesepian pada akhirnya.
Menaruh harapan
Media sosial telah memungkinkan kita untuk bisa terkoneksi dengan siapa pun yang kita temukan. Dan Anda tahu apa yang mengerikan? Kita menaruh harapan untuk bisa berkenalan dengan seseorang yang diidamkan.
Kita menjadi begitu pilih-pilih dalam berinteraksi. Ketika kita memiliki standar tertentu terhadap orang-orang yang ingin kita ajak mengobrol, kita mulai menyeleksinya dengan gambar. Sungguh.
Saya teringat seorang teman yang begitu rajin menatap layar ponsel hanya untuk bolak-balik memeriksa profil setiap orang yang ditemukannya. Dia memerhatikan setiap foto, berharap orang tersebut adalah bidadari idaman yang sedang dicarinya.
Setiap akun dengan foto yang "tidak sesuai kriterianya" akan dilewati dengan cepat. Namun saat menemukan akun dengan foto berkulit bening, dia mengirimkan pesan untuk menyapa.
Sayangnya, sekarang orang itu yang pilih-pilih dan teman saya yang menjadi korban dari tindakan pilih-pilih. Dan setelah menghabiskan waktu selama 3 jam, dia masih belum mengobrol dengan siapa pun.
Oh malangnya...
Pergeseran standar ideal
Media sosial seakan-akan punya daya magnetis yang kuat untuk menggoda kita agar mem-post puluhan foto atau video. Kita melakukan yang terbaik untuk memastikan semua orang berpikir kita sempurna dan tidak tercela.
Masalahnya, sekeras apa pun kita berusaha menjadi "sempurna", selalu ada orang lain yang ternyata jauh "lebih sempurna" ketimbang kita. Selalu ada langit di atas langit.