Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Andaikan Ini Ramadan Terakhirku

12 April 2021   17:57 Diperbarui: 12 Mei 2021   09:42 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku adalah Antreas Caraka. Kata Ayah, "Antreas" artinya prajurit. Entah apa harapan yang tersimpan di dalamnya, aku tidak merasa seperti seorang prajurit kehidupan.

Aku bukanlah seseorang yang melawan kehidupan layaknya prajurit dengan pedang tajamnya di medan perang, Ayah. Aku adalah manusia yang hidup bersama kehidupan. Begitulah aku.

Ayah bilang bintang-bintang itu suka menari Samba di angkasa sana. Tapi sekarang aku melihat mereka sedang duduk termenung bersama para asteroid. Mereka berhenti berkelap-kelip.

Aku tidak menemukan bulan sehingga langit begitu gelap. Bahkan para komet pun kehilangan cahayanya. Satu-satunya yang ada hanya cahaya Ilahi, dan itu mengingatkanku pada surat yang Ayah tinggalkan setahun yang lalu.

Rasanya sangatlah kesal karena surat ini baru kutemukan tiga hari yang lalu. Ketika aku dan Ibu sedang beres-beres rumah menyambut bulan Ramadan, aku menemukan kotak kayu di dalam lemari baju Ayah.

Aku kira kotak itu kosong karena sangat ringan. Tapi karena kotak itu dikunci menggunakan kode, aku turut penasaran tentang isinya. 

Ibu tidak tahu apa-apa soal kotak itu. Artinya Ibu pun tidak tahu kode untuk mengakses kotak itu.

Namun entah kebetulan atau apa, aku berhasil membukanya dengan sekali coba. Aku hanya memasukkan kode "prajurit". Ibu menyambutnya dengan tepuk tangan laksana penonton dalam acara sirkus.

Dan sekarang ini adalah pertama kalinya aku duduk di taman rumah pada malam hari tanpa ada Ayah di sampingku. Aku sendirian, bahkan para burung berhenti bernyanyi. Aku tidak tahu, padahal udara tidak begitu dingin. Hanya saja sedikit mencekam.

Membaca surat dari seseorang yang tidak lagi hidup tampak begitu istimewa sehingga aku tidak membayangkan membacanya dengan membiarkan semua anggota keluarga berjingkat-jingkat di sekelilingku.

Karenanya aku memisahkan diri di sini. Lagi pula, ini adalah surat dari ayahku sendiri, dan dia sudah tiada sejak setahun yang lalu. Aku butuh sedikit ketenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun