Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Baca Ini Ketika Kamu Sedang Patah Hati

26 Maret 2021   09:38 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:49 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu yang lalu, aku berputar dan bertanya-tanya tentang pijakanku yang hilang. Bekerja keras meskipun terluka, pijakan itu semakin lenyap laksana burung terbang menuju kabut.

Hancur. Kecewa. Patah. Kacau.

Patah hati terasa seperti realitas yang paling kejam di sepanjang sejarah manusia. Dari detik ke detik, patah hati begitu menyiksa dan mengerikan. Namun, pada saat yang sama, pengalaman seperti ini malah menjadi yang terindah dalam hidupku.

Karenanya, Tuhan, aku siap untuk patah kembali.

Ternyata duka membuatku berani. Ketika aku menghadapi skenario terburuk, aku menyadari bahwa aku tidak akan rugi.

Segala hal yang sebelumnya aku tunda karena takut dikritik atau ditolak atau jatuh tersungkur... tiba-tiba aku menyadari bahwa aku tidak takut melakukannya, bahkan untuk yang kedua kalinya.

Hal terburuk yang pernah terjadi padaku telah terjadi. Dan aku selamat.

Duh, duka telah menunjukkan seberapa kuatnya diriku dalam keadaan yang (tampak) suram. Ini mengingatkanku bahwa hidup itu singkat. Ada begitu banyak hal yang aku kira aku tidak bisa lakukan sampai pada akhirnya, aku tetap melakukannya.

Aku tak pernah tahu bahwa patah hati adalah pemantik api di saat kita terjebak dalam gua yang gelap.

Patah hati membuatku merasa gila, tapi kesakitan itu pula yang menuntutku untuk menyusun ulang daftar prioritas, mempersiapkan lompatan besar dari batu yang menghalangi, kemudian tumbuh bersama rasa duka yang memancing kebijaksanaan.

Ketika aku duduk termenung di alam terbuka, hanya ada dua kata yang tiba-tiba lahir dalam benakku: terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun