Hidup selama 5 tahun atau 80 tahun, apa bedanya? Toh kita meninggal karena takdir yang juga dulu mengundang kita masuk ke dalam hidup. Termasuk mereka yang meninggal oleh tiran, itu juga termasuk ke dalam takdirnya.
Jadi mengapa kematian begitu buruk?
Bagaikan seorang teknisi teater yang menurunkan tirai dan diprotes sang aktor, "Kenapa? Saya baru saja sampai babak ketiga!"
"Ya, ini akan menjadi drama tiga babak, dan panjangnya drama hidup ini ditetapkan oleh kuasa di balik penciptaanmu, dan yang sekarang sedang mengarahkan kepulanganmu."
Baik kedatangan kita maupun kepulangan kita tidaklah ditetapkan oleh diri kita sendiri; itulah intinya.
Kita bukanlah sesuatu yang tiada, kemudian iseng pada suatu waktu untuk memutuskan hidup di dunia. Dan siapa bilang kematian adalah akhir? Tidak, kematian adalah awal kehidupan (yang sesungguhnya).
Hidup di dunia seperti sedang berkunjung ke toko oleh-oleh. Kita hanya harus mencari sesuatu yang harus dibawa pulang sesuai permintaan sang tuan rumah. Dan kalau tidak, kita bisa dikunci di gudang yang terbakar! (Euh, mungkin itu terlalu lebay, atau mungkin bisa lebih parah).
Sebenarnya dengan pemahaman sedikit ini saja, kita sudah harus bisa berhenti bersusah hati dan stres mengenai kematian, toh kita menjalani hidup dalam naskah skenario Sang Sutradara.
Orang-orang yang menjalani hidup dengan paripurna adalah mereka yang siap mati kapan saja. -- Mark Twain
Kita tidak seperti daun-daun yang berguguran. Daun-daun gugur itu mungkin hinggap di sebuah api unggun, perairan danau, atau jalanan kota.
Sayangnya, daun-daun itu tak punya kehendak ke mana mereka akan menuju. Terkadang, angin-angin yang berkehendak, atau seorang penyapu jalanan, atau kaki seorang anak kecil di taman.