Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Candu Belajar dengan Konsep Pembelajaran Bebas Aktif

13 Desember 2020   10:12 Diperbarui: 15 Desember 2020   09:21 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

... orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui dia tidak tahu ...

Ada salah kaprah di dalam sistem pendidikan kita. Kita dihadapkan pada pembelajaran tentang "A", "B", "C", dan kita pun dihadapkan pula pada ujian tentang "A", "B", "C". Barang siapa yang bisa "memuntahkan" hafalan terbanyak, maka dia yang mendapatkan nilai tinggi. Sulit sekali melatih berpikir kritis apabila sistemnya terus-menerus demikian.

Tetapi saya memerhatikan sistem di beberapa negara lain, mereka belajar "A", "B", "C", dan kemudian dihadapkan pada ujian tentang "Z". Bukan berarti sistem yang kejam atau guru yang jahat, tapi sistem hanya memberikan para pelajar dasar-dasar pengetahuannya saja.

Di sistem kita, peserta didik diberitahu cara-cara membuat kursi, maka mereka pun harus bisa menirunya. Di luar, peserta didik diberitahu cara-cara membuat kursi, maka mereka harus membuat kursi lain yang lebih nyaman, lebih indah, dan lebih berkualitas. Sistem hanya mengantarkan, selebihnya mereka yang berkembang.

Begitulah sedikit analogi terbaik yang bisa saya berikan. Dan hal itu diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.

Tapi siapa bilang pandemi membuat satu generasi menjadi bodoh? Dengan menerapkan konsep "Pembelajaran Bebas Aktif" ala saya, semua orang bisa belajar dalam setiap luang dan ruang; tanpa atau dengan guru. 

Pembelajaran Bebas Aktif akan menjadi senjata baru dalam dimensi pendidikan, baik bagi peserta didik maupun non-peserta didik.

"Bebas", artinya kita tidak harus terpaku pada pelajaran-pelajaran di sekolah. Selama saya menempati peringkat 1 dari SD hingga sekarang, saya hanya lari dari satu tugas ke tugas lain, dari satu hafalan ke hafalan lain, dari satu ulangan ke ulangan lain. 

Saya tidak mau membuka buku kalau tidak ada tugas. Saya tidak mau mengingat sesuatu kalau tidak disuruh menghafal. Saya tidak mau belajar kalau tidak ada ulangan. Paradigma itu terus berkembang dalam diri saya. Kiranya saya telah berlari sejauh mata memandang, saya lupa sedang menggunakan treadmill.

Apa yang saya dapatkan setelah melonggarkan cengkraman dari pelajaran sekolah sungguh aneh, sekaligus nyata: bahwa pembelajaran sesungguhnya yang dapat saya terapkan dalam hidup banyak datang dari hidup itu sendiri, juga buku-buku di luar pelajaran sekolah. 

Pembelajaran tentang seluk-beluk kehidupan saya dapatkan dari buku-buku filsafat. Pembelajaran tentang teknologi saya dapatkan dari buku-buku programming. 

Saya seakan telah terjebak dalam gua dan mulai bisa melarikan diri dari gua yang gelap itu. Betapa terkejutnya saya melihat dunia luar yang memiliki "jawaban" tak terbatas.

Saya mendapati kasus di lapangan yang begitu ironis, bahwasanya mereka yang terpaku pada pelajaran di sekolah terjebak dalam dunianya sendiri. 

Beberapa teman saya yang tergila-gila mengejar peringkat satu mendedikasikan waktu mereka untuk pelajaran di sekolah. Mereka tak ada waktu luang untuk belajar hal lain, mereka berputar-putar di pelajaran sekolah, mereka tak mengenal bagaimana hidup sesungguhnya berjalan. 

Ini merupakan wujud halus dari fanatisme, dan saya percaya bahwa fanatisme selalu buruk.

Mereka stres ketika mendapat nilai rendah, padahal angka hanyalah angka. Ada apa dengan angka? Beberapa orang yang berada di peringkat atas tak berhasil di dunia karier. 

Cukup masuk akal, karena mereka dulunya terlalu bergantung pada pelajaran sekolah yang mayoritas tidak praktis dan bersifat hafalan. Mereka kebingungan dengan dunia karier setelah lulus sekolah, mereka terbiasa "dikendalikan" oleh sebuah sistem. Dan ketika sistem itu tidak ada, mereka terapung oleh angin.

Saya tidak menentang peringkat di sekolah. Saya berada di sana selama ini. Tetapi saya ingin semua orang melonggarkan cengkramannya dari sesuatu, karena menggantungkan diri pada sesuatu selalu buruk. Hanya kepada Tuhan itu menjadi baik.

Terpaku pada pelajaran-pelajaran di sekolah sama sekali tak selaras dengan prinsip belajar sepanjang hayat, itu hanya selaras dengan prinsip belajar sesekali.

Di sisi lain, mereka yang menggantungkan diri pada pelajaran sekolah merasa sangat kebingungan ketika guru tidak memberikan pembelajaran, terutama dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini. Pada akhirnya, mereka menghabiskan waktu luang untuk menatap layar beranda media sosial, berpindah dari satu notifikasi ke notifikasi berikutnya. Mereka benci rasa bosan.

Pembelajaran Bebas Aktif dalam konteks "aktif", berarti kita tidak boleh menunggu pembelajaran menghampiri kita. Dengan kata lain, kita sendiri yang harus bergerak mencari pembelajaran. Dalam kasus PJJ, kita tidak bisa menunggu guru memberikan pembelajarannya. Ini sangat tidak efektif!
Kita harus membangun kemauan sendiri agar mandiri dalam belajar. 

Selama pandemi ini, saya mengajak beberapa sahabat saya untuk aktif belajar mandiri. Ketika tidak ada pembelajaran dari guru di sekolah, kami mencari buku-buku untuk dipelajari. Ini sangat menyenangkan, karena tidak ada yang menggurui. Tentu saja dalam pembelajaran tertentu, masih ada pembelajaran yang harus didampingi guru, seperti ilmu agama.

Tetapi sungguh aneh dari yang kami rasakan; kami merasa candu untuk belajar. Siapa yang menyangka, bahwa belajar itu seperti merokok; sekali merasa nyaman, tak bisa berhenti untuknya. Barangkali orang-orang benci belajar karena belum menemukan metode yang tepat, maka Pembelajaran Bebas Aktif bisa menjadi jawaban.

Bagaimana Pembelajaran Bebas Aktif bisa bekerja? Dalam penerapannya, saya memiliki 3 ciri khas prinsip.

Pertama, Prinsip "Lakukan Sesuatu". Ini cara ampuh dari Mark Manson. Sering kali kita tahu ingin bagaimana, ingin mencapai ini-itu, namun rasa malas sering menghentikan angan-angan itu. Hal ini disebabkan oleh pola pikir kita sendiri yang selalu menunggu motivasi untuk menghampiri kita. Jika harus digambarkan, pola pikir kita bekerja seperti berikut:

Inspirasi emosional --> Motivasi --> Aksi yang diinginkan

Jika kita ingin menuntaskan sesuatu namun merasa tidak termotivasi, maka kita akan berasumsi kalau apa yang kita lakukan adalah hal yang sia-sia. Tidak ada yang bisa kita lakukan mengenai hal ini. Tidak hingga peristiwa besar terjadi, lalu kita berhasil mengumpulkan motivasi yang cukup untuk bangkit dari rebahan kita yang super nyaman dan kemudian melakukan sesuatu. 

Selamat datang di "Lingkaran Setan" di mana kita percaya itu baik dan terus melakukannya sepanjang waktu.

Hal penting yang harus kita sadari, ialah bahwa aksi atas tindakan kita menciptakan reaksi dan inspirasi emosional yang lebih jauh, dan terus berlanjut untuk memotivasi aksi berikutnya. Dengan memanfaatkan pemahaman ini, kita sebenarnya dapat mengubah ulang orientasi pola pikir kita dengan pola berikut ini:

Aksi --> Inspirasi emosional --> Motivasi

Jika kita kurang motivasi untuk membuat suatu perubahan dalam hidup kita, lakukan sesuatu (apa pun itu, sungguh), kemudian manfaatkan reaksi dari tindakan tersebut sebagai cara untuk mulai memotivasi diri kita sendiri. Demikianlah rasa malas tak bisa lagi menghalangi langkah kita.

Kedua, mengakui ketidaktahuan. Penting untuk diingat bahwa demi suatu perubahan di dalam hidup, kita harus pernah keliru akan sesuatu. Saya percaya bahwa kita harus pernah keliru tentang sesuatu untuk bisa berkembang. 

Saya belajar bahwa api itu panas ketika saya menyentuhnya. Saya belajar untuk berjalan hati-hati saat di taman, karena pernah suatu waktu, saya menginjak kotoran kucing ketika berjalan sambil menatap layar ponsel. Maka untuk bisa belajar banyak hal, kita harus mengakui ketidaktahuan.

Ketidaktahuan merupakan akar dari semua kemajuan dan pertumbuhan. Seperti bunyi salah satu adagium kuno, manusia yang yakin dirinya mengetahui segalanya, tidak akan mempelajari sesuatu pun. Kita tidak bisa mempelajari apa pun tanpa pertama-tama tidak mengetahui sesuatu. Kita bermula dari tak tahu apa-apa.

Seperti Socrates, sang filosof Athena yang melegenda itu pernah katakan: Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui dia tidak tahu. Dengan mengakui ketidaktahuan, peluang datangnya pembelajaran lebih terbuka. Demikianlah belajar sepanjang hayat bekerja.

Ketiga, menjadi "bidan". Bukan, bukan berarti kita harus menjadi bidan dalam arti sesungguhnya. Dalam hal ini---yaitu menyampaikan pembelajaran pada orang lain---kita tidak harus menggurui seorang pun.

Layaknya seorang bidan, dia tidak melahirkan sendiri anak itu, tetapi dia ada untuk membantu selama proses persalinan. Begitu pula, tugas kita ialah membantu orang-orang "melahirkan" wawasan yang benar, sebab pemahaman yang sejati harus timbul dari dalam diri sendiri. Itu tidak dapat ditanamkan oleh orang lain. Dan hanya pemahaman yang timbul dari dalam itulah yang dapat menuntun kepada wawasan yang benar.

Socrates pernah mengatakan, "Aku tidak bisa mengajarkan apa pun kepada siapa pun. Aku hanya dapat membuat mereka berpikir." Demikianlah kita seharusnya. Tidak menggurui, melainkan berdiskusi dengan mereka sehingga kita pun akan belajar sesuatu dari lawan bicara kita.

Menggurui itu bersifat satu arah; semacam monolog. Sedangkan berdiskusi itu bersifat dua arah; bersifat dialog. Dengan begitu, kita lebih terbuka untuk belajar dari lawan bicara kita.

Demikianlah Pembelajaran Bebas Aktif ala saya adanya. Ini tidak menuntut sesuatu dari luar, melainkan datang dari dalam setiap orang. Secemerlang apa pun kebijakan pemerintah di dunia pendidikan, tak akan pernah manjur bila kita tak punya tekad kuat dari dalam diri. 

Sebaliknya, "seburuk" apa pun kebijakan, bila tekad pembelajaran datang dari dalam diri, ini bisa menjadi kisah yang fantastis. Mari kita bangunkan Macan Asia yang katanya tertidur ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun