Seseorang akan mengatakan, "Oke, itu benar. Tapi mengerjakan tugas saja sudah bikin stres, apalagi kalau kita harus memahami materi setiap pelajaran."
Ya, saya paham. Dan langkah awal memecahkan masalah ini adalah dengan mencari tahu penyebabnya. Dan sejauh perspektif saya, masalah-masalah yang kita bahas tadi berakar pada "tren menjadi korban".
Tren Menjadi Korban
Salah kaprah tentang tanggung jawab/rasa salah membuat orang-orang melemparkan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah mereka kepada orang lain.
Anda tahu, ada sebagian orang yang menyalahkan guru atas menumpuknya tugas sekolah. Ada juga yang menyalahkan pihak sekolah, yang katanya tidak becus dalam mengatur sistem pembelajaran.
Apa pun itu, jelas ini bukan salah siapa-siapa.
Kemampuan untuk melepaskan tanggung jawab dengan cara menyalahkan orang lain, memberikan kenikmatan yang cuma sementara, juga memberikan sensasi kenikmatan menjadi orang yang paling benar/baik secara moral.
Sayangnya, salah satu efek samping dari Internet dan media sosial adalah semakin mudahnya, dibandingkan masa-masa sebelumnya, melemparkan tanggung jawab kepada suatu kelompok atau orang lain.
Ya, semacam postingan keluhan dan perkataan yang tidak pantas diucapkan.
Faktanya, permainan menyalahkan/mempermalukan di lingkup publik ini telah menjadi populer. Dalam kalangan tertentu ini bahkan dipandang sebagai sesuatu yang "keren".
Tren menjadi korban merupakan tren yang berlaku, baik untuk mereka yang berpandangan kanan atau kiri sekarang ini, merebak di antara pemuda dan dewasa.
Dan ini mungkin pertama kalinya dalam sejarah manusia bahwa setiap kelompok demografik merasa menjadi korban ketidakadilan secara terus-menerus. Dan mereka semua dengan sengaja menunggangi kegemaran moral yang menyertainya.