Mohon tunggu...
Muhammad Fikrioktahadi
Muhammad Fikrioktahadi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Gratis di Banten, Apakah Benar Berjalan?

30 November 2020   15:40 Diperbarui: 30 November 2020   15:44 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demi terlaksananya pendidikan gratis ini pemerintah membuat peraturan gubernur no.31 tahun 2018 yang berisi tentang setiap siswa masing-masing dianggarkan dana sebanyak Rp. 5,7 juta, dan ini berlaku untuk seluruh siswa di setiap SMA/SMK yang ada di Banten, dengan jumlah 233 sekolah, maka pemerintah seminimalnya membutuhkan dana sekitar Rp.1,2 triliun dalam pertahunya. tapi pada kenyataannya, hal tersebut tidak sepenuhnya terealisasikan. 

Di antara tahun 2018, 2019 dan 2020, BOSDa hanya turun satu kali yaitu pada tahun 2019. Yang dimana pemerintah hanya memberikan sekitar Rp. 4 juta persiswa dan itupun berhasil berkat desakan dari setiap sekolah yang ada. 

 Permasalahan ini terus berlanjut yang dimana penganggaran BOSDa tidak lagi sesuai dengan peraturan yang seharusnya, Pada peraturan kali ini BOSDa tidak lagi dihitung dari jumlah para siswanya, melainkan hanya dihitung dari jumlah guru dan staff honorer saja. Kondisi ini sangat membuat sekolah kebingungan. 

Sebab dari awal peraturan ini dibuat, sekolah sudah tidak bisa lagi meminta dana atau swadaya dari para orang tua siswa untuk perbaikan atau menjalankan kegiatan yang ada di sekolah.

Sehingga untuk masalah dana, sekolah hanya bisa bergantung pada BOSDa dan BOSNas saja. Namun, jika dana yang dianggarkan berkurang atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada maka scara otomatis sekolah akan sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, seperti dana untuk perbaikan kelas, pembayaran air, listrik, internet dan lain sebagainya. 

Sekolah yang sudah dibuat bingung tentang penurunan BOSDa, kini dibuat tercekik setelah dihapuskannya BOSDa untuk kegiatan sekolah. Sehingga membuat sekolah hanya bisa bergantung pada BOSNas yang itupun sering mengalami terlambatnya pencairan pertahunnya. Dengan ini sekolah hanya bisa pasrah dan menunggu. 

Sedangkan untuk menalangi dana yang telat cair, sekolah hanya bisa meminjam kepada bank atau menggadaikan sesuatu yang kemudian nanti akan dibayar ketika BOSNas sudah turun atau cair.

dengan kondisi seperti ini, sudah sangat jelas bahwa kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah hanya digasak untuk menuntaskan janji politiik semata, tidak adanya kebijakan yang yang benar-benar relevan dan sesuai dengan apa yang diharapkan, walaupun siswa sudah dibebaskan dari biaya, namun sekolah menjerit keras karenanya. 

Pendidikan yang seharusnya terus berkembang, malah dibuat menurun dan tak terarah. Jika memang pemerintah belum siap untuk menanggung semuanya, lebih baik program ini diganti atau diperbaiki kembali. Sedangkan untuk masyarakat yang kurang ekonomi harus lebih diperhatikan lagi agar semua orang bisa merasakan pendidikan tanpa adanya halangan biaya yang berarti. 

* penulis merupakan mahasiswa program studi ilmu komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun