Mohon tunggu...
Muhammad Ulul Azmiy
Muhammad Ulul Azmiy Mohon Tunggu... Wiraswasta - UIN KHAS JEMBER

Sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengembangan Kurikulum PAI sebagai Wujud Kegelisahan Akademik

23 Juni 2023   22:02 Diperbarui: 23 Juni 2023   22:06 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa solusi yang dapat diusulkan untuk mengatasi kegelisahan akademik ini antara lain: penyusunan kurikulum PAI yang inklusif dan mencakup pemahaman tentang berbagai keyakinan dan praktik agama di Indonesia, pelatihan guru untuk mengajar dengan pendekatan inklusif dan dialogikal, dan peningkatan kerjasama lintas agama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil dalam mempromosikan toleransi agama melalui kegiatan-kegiatan dialog antaragama, seminar, dan pelatihan bersama. Dengan mengimplementasikan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat membangun pendidikan yang inklusif, toleran, dan membangun keharmonisan sosial di tengah masyarakat yang semakin majemuk.

Hasil Analisis Data

Analisis data menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum PAI yang lebih inklusif dan toleran adalah langkah yang krusial dalam memperbaiki keadaan saat ini. Dalam konteks masyarakat yang semakin plural, pendidikan agama harus mampu mengakomodasi perbedaan dan menghargai keyakinan serta praktik agama yang beragam. Kurikulum PAI yang inklusif juga akan memperkuat paham toleransi, saling menghormati, dan dialog antaragama sebagai upaya membangun harmoni sosial.

Dukungan Teori

Teori-teori pendidikan telah menggarisbawahi pentingnya pendekatan inklusif dan toleran dalam pengembangan kurikulum. Menurut teori konstruktivisme sosial, peserta didik harus diberi kesempatan untuk membangun pemahaman mereka sendiri melalui interaksi sosial dan dialog. Dalam konteks pendidikan agama, pendekatan ini akan memberikan ruang bagi peserta didik untuk memahami dan menghargai keberagaman keyakinan dan praktik agama.

Selain itu, pendekatan dialogikal yang diperkenalkan oleh Paulo Freire juga relevan dalam konteks pengembangan kurikulum PAI yang inklusif. Melalui dialog yang saling menghargai dan membuka ruang bagi berbagai pandangan, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang agama-agama lain serta membangun keterbukaan dan penghargaan terhadap keberagaman.

Tawaran Solusi

Ada beberapa solusi dapat diusulkan untuk mengatasi kegelisahan akademik ini, yaitu:

Penyusunan Kurikulum PAI yang Inklusif: Kurikulum PAI harus lebih inklusif dan mencakup pemahaman tentang berbagai keyakinan dan praktik agama di Indonesia. Konten kurikulum harus menggambarkan keragaman agama dengan seimbang dan memberikan pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip toleransi dan dialog antaragama.

Pelatihan Guru: Guru PAI harus mendapatkan pelatihan yang memadai untuk mengajar dengan pendekatan inklusif dan dialogikal. Mereka perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip toleransi agama dan keterampilan untuk mengelola diskusi antaragama yang produktif di kelas.

Peningkatan Kerjasama Lintas Agama: Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil harus bekerja sama dalam mempromosikan kerjasama lintas agama di bidang pendidikan. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan dialog antaragama, seminar, dan pelatihan bersama untuk memperkuat pemahaman dan toleransi antaragama di kalangan pendidik dan peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun