Israel telah membuang semua ambiguitas, secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap negara Palestina, dan menepis prospek solusi dua negara.
"Kami tinggal di sini; ini adalah negara kami. Tanah bersejarah nenek moyang kami. Tidak akan ada negara Palestina di sini. Kami tidak akan pernah mengizinkan negara lain didirikan," ujar Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely.
Terkejut? Tentu tidak!
Namun coba kita analisis sejenak. Saya pikir solusi dua negara pada dasarnya cacat. Dua negara, namun alokasi tanah 80% untuk Zionis. Solusi ini sama sekali tidak praktis di lapangan, mengingat fragmentasi teritorial yang luas yang disebabkan oleh pendudukan dan pemukiman Israel - sebuah rencana yang disengaja.
Serangan 7 Oktober telah menunjukkan muka Israel sebenarnya. Penghancuran Jalur Gaza yang sedang berlangsung saat ini membuat negara Palestina secara politis dan geografis menjadi tidak mungkin tercapai. Pertanyaan yang mendesak sekarang adalah: Apa selanjutnya?
Jika masa depan hanya terdiri dari satu negara, maka kompleksitas yang lebih besar akan muncul. Apakah ada hak yang sama untuk semua?
Bagaimana masyarakat Israel dan Palestina akan berbagi kekuasaan? Kenyataannya, mereka tidak akan bisa. Lalu bagaimana?
Sejak didirikan, bahkan sebelum tahun 1948, tujuan strategis Israel telah melampaui koeksistensi damai, dengan menekankan perluasan wilayah-sebuah visi yang terangkum dalam simbol "from the Nile to the Euphrates" yang diwakili oleh dua garis biru pada benderanya.
Seruan Palestina untuk merdeka, yang dinyatakan sebagai "from the river to the sea," telah disalahartikan secara tidak akurat dan sengaja disalahartikan sebagai dukungan terhadap pemusnahan orang-orang Yahudi di wilayah tersebut.
Pada kenyataannya, pembersihan etnis yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Israel.
Baca:Â Timur Tengah Pasca Genosida Gaza
Upaya-upaya konsisten yang bertujuan untuk mengukuhkan kontrol dan supremasi Yahudi secara permanen atas seluruh wilayah Palestina yang bersejarah telah dilakukan oleh Zionis, seperti pencaplokan Yerusalem Timur dan Tepi Barat, perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat, penggunaan penghalang, pos-pos pemeriksaan, dan zona pengecualian, dan lain-lain.
Mantan kepala badan intelijen Israel, Mossad, Shabtai Shavit pernah secara jujur mengatakan bahwa penolakan Israel untuk mencapai perdamaian adalah sebuah keputusan yang disadari, bukan hanya respon terhadap faktor eksternal.
Menurutnya, tokoh-tokoh kunci dalam kepemimpinan Israel, terutama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah menghindari diskusi perdamaian yang berarti dengan Otoritas Palestina.
Tekanan politik internal, terutama dari sayap kanan Israel, telah memainkan peran penting dalam menggagalkan negosiasi tersebut, lanjutnya.
Lebih mengejutkan, selama gencatan senjata bulan November, sebuah majalah lokal Israel menulis bahwa alih-alih menargetkan anggota Hamas atau Jihad Islam, tentara Israel dengan sengaja menargetkan warga sipil di Gaza.
Perubahan politik yang sedang berlangsung di Israel, yang ditandai dengan meningkatnya budaya fasis, retorika genosida, dan gagasan bahwa hanya orang Yahudi yang memiliki kedaulatan di Israel dan Palestina, mengindikasikan adanya upaya bersama untuk melenyapkan rakyat Palestina.
Hal ini tidak hanya mencakup dimensi fisik dan eksistensial, tetapi juga kampanye politik yang didorong oleh pembunuhan massal. Strategi ini sekarang diperparah dengan genosida yang sedang berlangsung di Gaza dan, pada tingkat yang lebih lambat namun sama sistematisnya, di Tepi Barat.
Jelas tindakan Israel di Gaza jelas merupakan genosida!!!
Baca:Â Palestina dan Tragedi Dunia yang Acuh Tak Acuh Tanpa Akhir
Keterlibatan Barat, terutama dukungan aktif dari Amerika Serikat, menambah gawatnya situasi ini. Sayangnya, PBB tidak berdaya dan tidak efektif dalam menghentikan perkembangan yang mengganggu ini.
Pertanyaan yang tersisa adalah: Apa yang akan terjadi selanjutnya? Israel tampaknya hanya memiliki satu tujuan akhir dalam pikirannya: akhir dari Palestina. Solusi dua negara adalah hal yang mustahil.
Kunjungi blog saya di https://medium.com/@hasanizzurrahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H