Wawancara dengan 10 narasumber di 5 Desa
- Pentingnya Tape dalam Budaya Lokal: Banyak narasumber menekankan bahwa tape bukan hanya makanan, tetapi juga bagian dari tradisi dan budaya masyarakat Gambut. Tape sering disajikan dalam acara-acara khusus dan menjadi simbol kebersamaan.
- Bahan Baku dan Proses Produksi: Narasumber menjelaskan bahwa bahan baku utama untuk tape, seperti singkong dan ketan, diperoleh dari petani lokal. Proses pembuatan tape memerlukan waktu sekitar 7-9 jam, tergantung pada jenis tape yang dihasilkan.
- Aspek Ekonomi: Dalam wawancara, beberapa narasumber menyebutkan bahwa industri tape memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan keluarga. Salah satu pengusaha lokal, Ibu Hamimah, menyatakan bahwa total penerimaan dari usaha tape mencapai Rp56.160.000 per bulan, dengan keuntungan bersih sekitar Rp9.927.197.
- Saluran Pemasaran: Narasumber mengungkapkan bahwa produk tape dipasarkan tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga ke berbagai daerah seperti Balikpapan, Samarinda, dan Palangkaraya. Beberapa juga menggunakan media sosial dan aplikasi online untuk menjangkau konsumen yang lebih luas.
- Tantangan dalam Produksi: Beberapa narasumber mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam produksi tape, termasuk fluktuasi harga bahan baku dan persaingan dengan produk sejenis dari daerah lain. Mereka juga mencatat perlunya peningkatan keterampilan dalam proses produksi untuk menjaga kualitas.
- Peluang Pengembangan: Banyak narasumber optimis tentang potensi pengembangan industri tape di Kecamatan Gambut. Mereka menyarankan agar dilakukan pelatihan bagi petani dan produsen untuk meningkatkan kualitas produk serta memperluas jaringan pemasaran.
- Inovasi Produk: Narasumber juga membahas pentingnya inovasi dalam produk tape, seperti menciptakan varian baru atau kemasan yang menarik untuk menarik minat konsumen yang lebih muda.
- Dampak Lingkungan: Beberapa narasumber menyadari pentingnya menjaga lingkungan dalam proses produksi. Mereka mendorong penggunaan metode ramah lingkungan untuk menghindari kerusakan lahan gambut yang dapat mempengaruhi kualitas tape.
- Keterlibatan Komunitas: Narasumber menyoroti pentingnya keterlibatan komunitas dalam pengembangan industri tape, termasuk kolaborasi antara petani, produsen, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri ini.
- Harapan Masa Depan: Akhirnya, semua narasumber sepakat bahwa dengan pengelolaan yang baik dan dukungan dari berbagai pihak, potensi tape di Kecamatan Gambut dapat berkembang lebih jauh dan menjadi salah satu produk unggulan daerah.
Kecamatan Gambut, yang dikenal sebagai lahan basah, memiliki pemanfaatan pertanian yang signifikan, terutama dalam budidaya padi. Hampir setiap desa di daerah ini mengandalkan tanaman padi sebagai komoditas utama. Varietas padi rawa seperti Inpari 3 banyak ditanam karena kemampuannya tumbuh baik dalam kondisi gambut basah, sehingga mendukung keberlanjutan pertanian di wilayah ini. Namun, di tengah dominasi pertanian padi, terdapat potensi menarik yang perlu diperhatikan: tape gambut. Tape merupakan olahan tradisional yang berasal dari umbi-umbian, dan Kecamatan Gambut terkenal akan produk ini. Proses pembuatan tape gambut menjadi salah satu daya tarik lokal yang dapat meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Wilayah Banyu Hirang khususnya dikenal dengan keberadaan singkong, yang menjadi bahan baku utama untuk tape. Meskipun singkong tidak banyak ditemukan di desa lain, keberadaannya di Banyu Hirang memberikan peluang untuk mengembangkan industri tape gambut lebih lanjut. Dengan meningkatnya minat pasar terhadap produk makanan tradisional, pengembangan tape gambut dapat menjadi alternatif yang menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan petani dan memperkenalkan produk lokal ke pasar yang lebih luas. Oleh karena itu, pengembangan potensi tape gambut tidak hanya akan memperkaya keragaman produk pertanian di Kecamatan Gambut tetapi juga berkontribusi pada perekonomian lokal dan pelestarian budaya kuliner tradisional Indonesia.
Kesimpulan
Kesimpulan dari wawancara dan analisis mengenai potensi tape di Kecamatan Gambut, Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa lahan basah di daerah ini memiliki peranan penting dalam mendukung pertanian dan produksi pangan. Lahan basah tidak hanya menyediakan sumber daya air yang melimpah, tetapi juga menjadi habitat bagi flora dan fauna serta area produktif untuk pertanian, dengan padi dan singkong sebagai komoditas utama. Tape, baik tape singkong maupun tape beras, merupakan produk olahan khas yang tidak hanya menjadi bagian dari tradisi lokal tetapi juga berpotensi meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Proses produksi tape yang melibatkan bahan baku lokal memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan keluarga. Meskipun industri tape memiliki banyak peluang, tantangan seperti fluktuasi harga bahan baku dan persaingan pasar perlu diatasi. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan bagi produsen untuk meningkatkan kualitas produk serta inovasi dalam pengembangan varian baru. Pengelolaan yang berkelanjutan dengan menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan juga sangat penting untuk memaksimalkan potensi lahan basah dan produksi tape. Keterlibatan komunitas dalam pengembangan industri tape melalui kolaborasi antara petani, produsen, dan pemerintah dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri ini serta menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan dukungan dari berbagai pihak dan pengelolaan yang baik, pengembangan potensi tape di Kecamatan Gambut dapat menjadi alternatif menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan budaya kuliner tradisional Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H