Permaslahan-permasalahan seperti tersebut berkaitan erat dengan teori struktural fungsional yang dikemukakan oleh Talcott Parsons, Ia menjelaskan bahwa struktur dan pranata sosial berada pada suatu sistem sosial yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan, sehingga dapat tercapai keseimbangan di dalamnya. Pada dasarnya, fokus utama dari teori struktural fungsional adalah struktur-struktur sosial dan lembaga-lembaga masyarakat berskala besar, antarhubungannya, dan dampak-dampaknya yang memaksa para aktor (penerima pasif dari proses sosialisasi yang dilakukan). Adapun tujuan dari teori ini adalah untuk membangun suatu sistem atau struktur sosial, melalui pengkajian terhadap pola hubungan yang berfungsi antara individu-individu, kelompok-kelompok, atau institusi-institusi sosial yang ada di dalam suatu masyarakat.
Sistem pembelajaran siswa pada tahun ajaran ini berubah akibat dari virus corona (COVID-19) dan dampak dari virus inilah yang kemudian mengganggu fungsi dari sistem yang ada. Sistem pembelajaran tatap muka menjadi sistem yang selama ini sudah biasa dijalankan oleh para institusi, baik sekolah maupun universitas. Namun ketika COVID-19 mulai masuk ke Indonesia beserta wilayah-wilayah di dalamnya, virus ini membuat banyak sistem -- yang sudah terencana -- terpaksa harus diubah. Pembelajaran yang ada kemudian menggunakan teknologi informasi (online) dengan berbagai macam aplikasi yang menunjang kegiatan belajar-mengajar.
Akan tetapi, seperti yang kita lihat bahwa terjadi ketidakberfungsian dalam sistem pembelajaran daring saat pandemi ini, antara pemerintah dengan pihak sekolah. Institusi terkait, seperti pemerintahan dan menteri, memang sudah mengupayakan dengan kerja sama yang dibangun dan penyediaan fasilitas penunjang belajar, namun hal tersebut tidak dirasakan sepenuhnya oleh rakyat kebanyakan, khususnya rakyat yang berada di daerah yang sulit aksesibilitas dan kurang mampu secara finansial. Hal ini menandakan bahwa upaya pemerintah masih belum berfungsi secara maksimal dan menyeluruh. Sementara itu, pihak sekolah juga sudah melakukan bagiannya untuk menaati peraturan pemerintah terkait dengan proses pembelajaran diadakan secara online, lalu merancang kegiatan belajar-mengajar sedemikian rupa agar dapat berjalan seperti biasanya, misal dengan mengadakan kelas online dan mengirimkan materi pembelajaran pada aplikasi pendukung. Namun, hal tersebut masih tetap saja belum cukup bagi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, karena masih ada pula siswa yang tidak memiliki fasilitas pendukung, seperti gawai, kuota internet, laptop, dsb. Pada kenyataannya, fungsi sekolah sebagai institusi pun masih belum maksimal. Ketidakberfungsian secara optimal inilah yang menghambat proses pembelajaran daring, khususnya terkait dengan aksesibilitas siswa dalam pendidikan. Hal itu kemudian berdampak pada sistem pembelajaran yang kurang merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H