Risma adalah sosok pemimpin perempuan yang inspiratif dan tangguh serta memiliki hati baja yang berani dalam melawan arus dan birokrasi yang berbelit-belit. Bahkan tak jarang, Risma melakukan aksi yang belum pernah dilakukan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Meski dikenal sangat tegas dan bahkan terkadang marah-marah di depan umum, kinerja Risma membuahkan hasil positif dan mengundang banyak pujian.
Sudah jarang ada pemimpin yang rela membela kebenaran bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya saat menemui kejanggalan dalam birokrasi pemerintahan yang merugikan rakyat. Itulah yang menyebabkan Risma sering naik pitam dan membela kepentingan rakyat, jika memang ada yang dirasa tidak sesuai dengan yang seharusnya, sehingga menimbulkan berbagai konflik dan kontroversi.
Di kepemimpinannya, Risma berhasil menutup lokalisasi Dolly, sebuah tempat prostitusi terbesar di Surabaya yang sudah sangat terkenal. Hal membahayakan yang mempertaruhkan nyawanya, tetapi tetap berani memperjuangkan kebenaran.
Pada awal tahun 2011, belum setahun menjabat Walikota, Ketua DPRD Surabaya pernah berencana menurunkan Risma dengan hak angketnya. Penurunan ini karena adanya Peraturan Wali Kota Surabaya atau Perwali Nomor 56 tahun 2010 tentang Perhitungan nilai sewa reklame dan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 57 tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas di kawasan khusus kota Surabaya yang menaikkan pajak reklame menjadi 25%.Â
Risma juga dianggap melanggar Undang-undang, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Permendagri Nomor 16/2006 tentang Prosedur penyusunan hukum di daerah dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Hal itu karena Walikota tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD terkait dalam membahas maupun menyusun Perwali.
Keputusan tersebut didukung oleh enam dari tujuh fraksi politik yang ada pada dewan saat itu. Hanya 1 fraksi yang menolak dengan alasan tindakan pemberhentian dirasa terlalu jauh dan belum cukup memiliki bukti dan data.Â
Tentang Perwali Nomor 57 yang diterbitkannya itu, Risma memiliki alasan bahwa pajak di kawasan khusus perlu dinaikkan agar pengusaha tidak berbuat seenaknya memasang iklan di jalan umum dan juga supaya kota tak menjadi belantara iklan. Melalui adanya pajak yang tinggi, pemerintah berharap para pengusaha iklan beralih memasang iklan di media massa, daripada memasang baliho-baliho di jalan-jalan kota.
Mendagri saat itu turut angkat bicara terkait hal tersebut dan menegaskan bahwa Risma tetap menjabat sebagai Wali Kota Surabaya dan menilai alasan dari pemakzulan Risma merupakan hal yang mengada-ada.Â
Kemudian beredar sebuah kabar bahwa hal tersebut disebabkan banyaknya kalangan DPRD Kota Surabaya yang tidak senang dengan politik dari Tri Rismaharini yang terkenal tidak kompromi dan terus maju dalam membangun Kota Surabaya. Selain itu, Risma juga menolak keras pembangunan tol di tengah Kota Surabaya yang dianggapnya tidak akan mengurangi kemacetan.
Tri Rismaharini lebih fokus untuk meneruskan proyek frontage road dan MERR-IIC atau Middle East Ring Road yang menghubungkan area industri Rungkut sampai ke Jembatan Suramadu area timur Surabaya yang juga akan bermanfaat untuk pemerataan pembangunan Surabaya.
Pernah beredar kabar, Risma ingin mengundurkan diri dari Wali Kota Surabaya, karena banyak peraturan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur. Dari pemilihan dan pelantikan Wali Kota yang menurut Risma tidak sesuai prosedur, persoalan Kebun Binatang Surabaya, sampai persoalan pembangunan tol di tengah Kota Surabaya, yang membuatnya sempat tidak akur dengan DPRD Kota Surabaya.