Pertama, jangan saling menyalahkan satu sama lain karena semua pendapat tersebut memiliki dalil yang menurut pengikutnya adalah yang paling kuat. Kedua, pendapat yang lebih hati-hati adalah pendapat mazhab syafi'i, karena jika kita berwudhu' kembali setelah terjadinya persentuhan kulit seperti dimaksud, maka wudhu' kita sah dalam pandangan semua mazhab. Ketiga, dalam pandangan saya bahwa pendapat dalam mazhab syafi'I lebih kuat dengan beberpa alasan berikut:
Lebih cocok dengan zhahir al-Qur'an (surah al-Nisa' ayat 43 dan al-Maidah ayat 6), tidak terdapat nash yang tegas untuk mengalihkan makna menyentuh kepada makna jima', hadits tentang Rasulullah SAW yang pernah mencium istrinya adalah hadits dha'if dan mursal yang tidak dapat dijadikan dalil, hadits tentang Rasulullah SAW yang pernah menyentuh kaki 'Aisyah ketika shalat, dan 'Aisyah pernah menyentuh kaki beliau SAW ketika shalat, walaupun sanadnya shahih, tetapi maknanya memiliki kemungkinan lain (muhtamal), yaitu bisa jadi, ketika persentuhan itu terdapat alas yang membatasinya atau hal tersebut adalah kekhususan Rasulullah SAW.
Wallahu'alam bisshawab.
Referensi
Aini Aryani, L. (2018). Sentuhan Suami-Isteri, Apakah Membatalkan Wudhu? (Vol. 29). Lentera Islam.
Mulyono, Hadi. 2019.” 4 Penyebab Batalnya Wudhu Beserta Penjelasannya, menurut Ulama Syafi’iyah” https://akurat.co/4-penyebab-batalnya-wudhu-beserta-penjelasannya-menurut-ulama-syafiiyah, diakses pada 1 Mei 2020 pukul 13.16.
Sasongko, Agung. 2016. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/16/12/23/oimmqh313-muslimah-bersentuhan-dengan-bukan-muhrim-batalkah-wudhunya diakses pada 1 Mei 2020 pukul 13.20.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H