Mohon tunggu...
Muhammad SidikPrasetyo
Muhammad SidikPrasetyo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - MAHASISWA ISI SURAKARTA

SAYA HOBI MENULIS DAN BERMAIN GAME DAN SUKA JALAN JALAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Macan Kurung Masterpiece Jepara yang Tengah Tertidur Eksistensinya

18 Januari 2023   15:28 Diperbarui: 18 Januari 2023   15:54 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SENI UKIR JEPARA

Masyarakat dengan sadar atau tidak, selalu mengembangkan seni sebagai ekspresi dan ungkapan keindahan, merangsangnya pandangan, keinginan, kebutuhan dan rasa yang yang dirasakan. 

Cara agar dapat memenuhi kebutuhan tentang keindahan ditentukan juga oleh budaya. Proses pemenuhan kebutuhan akan keindahan terjadi dan diatur oleh beberapa nilai dan prinsip budaya yang dianut oleh masyarakat. 

Kabupaten Jepara kaya akan nilai budaya dan berbagai karya budaya dan seni yang ditampilkan hampir di setiap sudut wilayahnya. Salah satunya adalah seni ukiran. Sejak tahun 1960, daerah di Jawa Tengah ini mendapat julukan Kota Ukir. Ini karena industri ukiran kayu yang besar di Bumi Kartini ini.

Dikutip dari buku RUMAH ETNIK KERINCI ARSITEKTUR DAN SENI UKIR, Nofrial, S.Sn., M.Sn., (2016:44), kata "Ukir" diterjemahkan dari kata bahasa Inggris, yakni "carving" yang berarti ukiran. 

Macan Kurung merupakan seni pahat asli khas Jepara yang juga telah terkenal hingga mancanegara, bahkan Jepara juga dikenal dengan sebutan "Kota Ukir" ini menandakan bahwa Jepara sangat terkenal dengan ukirannya hingga kancah internasional.

Kerajinan dan karya seni ukir yang ada di Jepara sangat beragam, seni ukir juga telah dikembangkan ke dalam industri olahan kayu, yaitu mebel. Masyarakat dijepara Sebagian hidup dari hasil mengukir dan kerajinan kayu lainnya. Hingga, seni ukir diyakini sebagai "nafas kehidupan" oleh masyarakat Jepara, yang sudah terbukti menopang kesejahteraan Sebagian masyarakat. Jepara dapat dikenal di kancah internasional sebagai kota yang hidup tumbuh dan berkembang bersama kearifan lokal yang dipahat dan diukir dalam seni ukirnya.

Karya seni seperti patung atau ukiran macan kurung dianggap sebagai awal mula seni ukir Jepara. Dari beberapa tokoh -- tokoh seni ukir di Jepara memaparkan, bahwa seni ukir di Desa Mulyoharjo tempatnya macan kurung berkembang, yang juga awal terciptanya karya ukir kayu yang menjadi identitas kota Jepara. Salah satunya adalah patung macan kurung yang dianggap sebagai patung khas Jepara, kerena tidak ditemukan di mana pun di Indonesia, kecuali di Jepara.

Hal ini bisa dilihat dengan dibuatnya patung Macan Kurung dalam ukuran yang besar, berada di Kecamatan Nalumsari, sebagai gapuradan simbol perbatasan anatara Jepara dan Kudus. 

Selain itu, di Kecamatan Welahan tepatanya di desa gedangan juga terdapat monument macan kurung yang sangat besar. Takhanya itu Ukiran Macan Kurung juga ditempatkan di kantor kabupaten Jepara dan museum Kartini sebagai bentuk upaya pelestarian simbol kota Jepara yang harapan nya ukiran macan kurung Jepara dapat dikenal lagi seperti sediakala.

SEJARAH UKIRAN JEPARA

Saat abad ke-VI hingga abad ke-IX dipercaya berdiri sebuah kerajaan yang Bernama Ho Liang atau yang dikenal sebagai Kalingga. Kerajaan Kalingga dipimpin ratu Shima, ratu Shima dikenal sangat tegas, adil dan bijaksana. Hal ini ungkapkan Hadi Priyanto, bersumber dari Dinasti Tang pada tahun 618-908 M, berdiri kerajaan Ho Ling atau yang lebih dikenal sebagai kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima, yang menguasai Jepara hingga Pekalongan.

Akulturasi budaya antara Hindu, Cina dan Islam bisa dirasakan dalam karya seniman Jepara. Barulah gaya Eropa berkembang dan masuk ke dalam seni ukir Jepara. Akan tetapi, keberegaman pengaruh budaya dalam seni ukir tidak dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat Jepara kala itu. Ini disebabkan pasar yang di kuasai dan dimonopoli oleh saudagar Cina dan Eropa.

Bersama adiknya, Rukmini dan Kardinah kartini berupaya memperkenalkan ukir di kancah internasional dengan mengirimkan karya masyarakat belakang gunung yang berada di bawah binaan Singowiryo saat pameran Nasional yang diselenggarakan di Den Haag tahun 1898. Alhasil macan kurung yang dikirimkan dapat menarik perhatian dari Ratu Wilhelmina dan Ibu Suri Ratu Emma.

Keikutsertaan dan keberhasilan Kartini, dan dua adiknya Rukmini dan Kardinah membuahkan, alhasil mereka dikenal sebagai putri bangsawan yang berasal dari Jawa yang memiliki perhatian lebih dalam mengembangkan seni dan kerajinan, terlebih seni ukiran Jepara. 

Hal itu bukanlah kebetulan, tetapi karena potensi pengrajin seni ukir dari Jepara membuat produk karya yang indah dan dapat menembus pasar hingga ke Cina, Eropa, dan internasional. Namun, masyarakat masih diterpa kemiskinan seiring berjalannya waktu seni ukir yang dibina Kartini semakin maju dan harga jual yang semakin naik dan tidak di monopoli oleh saudagar menjadikan masyarakat menjadi Makmur.

Saat ini permintaan pasar akan macan kurung bisa dibilang hampir tidak ada. Inilah yang mendasari pengrajin seni ukir tidak lagi membuat ukiran macan kurung melainkah membuat ukiran lain sesuai pasar seperti, kuda, asbak, nama pemesan, atau yang lain sesuai permintaan pasar. 

Di sisi lain teknik yang digunakan begitu istimewa yang mana pengrajin harus memahat sebuah macan, rantai dan bola di dalam sangkar akan tetapi tidak boleh ada pemotongan maupun sambungan antarkayunya. Jika salah sekali saja dapat dikatan gagal. Seperti yang diungkapkan Dekus Haryadi penulis buku "Macan Kurung 

Belakang Gunung", "Memang saat ini pengrajin ukiran macan kurung yang asli sudah sedikit hampir tidak ada akan tetapi banyak juga pengukir yang bisa mengukir dan membuat macan kurung namun sesuai permintaan pasar".

Ukiran macan kurung memiliki arti simbolis, yaitu macan yang berarti buas diasumsikan sebagai niat jahat, bola yang dirantai diasumsikan penahan, kurungan juga diasumsikan sebagai penahan kedua. Ini memiliki arti bahwa niat jahat atau hawa nafsu yang buruk harus dikurung dan ditahan dengan beberapa penahan. 

Jika di implementasikan dalam kehidupan kita harus pandai dan menahan nafsu atau keinginan buruk dengan berbagai cara agar terkendali. Ukir Macan Kurung Jepara dapat dikatakan mahakarya yang sedang tertidur eksistensinya.

KESIMPULAN

Sudah menajdi tugas kita bersama khususnya masyarakat kabupaten Jepara untuk pelestarikan seni dan budaya di kabupaten Jepara, seperti Ukiran Macan Kurung tidak dipungkiri Ukiran Macan Kurung ini sebagai simbol kabupaten Jepara jika punah, lantas apa yang terjadi jika sebuah identitas taklagi berwujud, maka hanya akan tinggal nama. 

Upaya pemerintah dalam pelestarian tentu sangat keras tetapi Kembali lagi jika pasar tidak ada permintaan, maka secara otomatis pengrajin akan beralih ke ukiran yang sesuai permintaan pasar. Upaya dari berbagai kalangan saangatlah membantu seperti pembuatan ukiran macan kurung yang dijadikan suvenir yang mungkin memang tidak menghiraukan dalam teknik pembuatannya yang tanpa adanya sambungan. 

Namun, semua itu dilakukan demi terlestarinya ukiran macan kurung dan tidak hilangnya simbol dari kota jepara. Saya pribadi berharap dengan atikel ini peminat seni ukiran macan kurung juga dapat bangkit dan jaya seperti sediaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun