Mohon tunggu...
Muhammad WildanTaufiq
Muhammad WildanTaufiq Mohon Tunggu... Buruh - Perencana

Semoga baik untuk kita semua.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam yang Sunyi

22 November 2020   12:58 Diperbarui: 22 November 2020   13:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rakshmi yang ikut tertidur bersamaan dengan Lasni,si anak bungsunya itu. Namun tak ada ketenangan dalam tidurnya,sebab masih terpikirkan si anak sulungnya yang sore tadi pergi tanpa pamitan. 

Meskipun hal itu biasa Cipta lakukan,akan tetapi kepergiannya kali ini cukup membuat fikiran orang tuanya tidak tenang. Buktinya,hingga sampai larut malam anaknya ta kunjung datang. Ia ingin menanyakan kepada suaminya, sekaligus menyuruh nya untuk mencari Cipta. 

Dengan perlahan ia melepaskan pelukan anaknya,sebab tak ingin mengganggu ketenangan nya setelah hampir seharian ia merengek kelaparan. Tak lama setelah pelukannya terlepas, Rakshmi langsung membangunkan badannya dan berjalan perlahan menghampiri suami nya,yang sedang duduk di teras depan rumah. 

Entah apa yang sedang di fikirkannya,yang jelas matanya begitu kosong menatap rembulan malam. Setelah sampai,ia langsung duduk di samping suaminya itu. "Bagaimana,apakah sudah pulang? Dengan raut muka khawatir ia langsung menanyakan pada suaminya. " Belum, apa dia sebelumnya pernah ngomong suka pergi kemana padamu? Jawab Raksha sembari mengelus rambut Rakshmi yang terurai panjang. 

Dengan kepala yang masih menyandar di bahu suaminya,"cobalah cari mas,inikn sudah larut malam. Takutnya kenapa-kenapa" sembari membangkitkan kepalanya lalu menatap wajah suaminya yang terlihat khawatir tapi masih cukup tenang. 

Tak lama kemudian, Raksha berdiri hendak pergi mencari nya.Setelah bersalaman dan mencium tangannya,"hati-hati,mas" sembari melontar senyum,namun masih terpahat jelas kekhawatiran di matanya. Kini rasa khawatirnya bertambah,tidak hanya Cipta bahkan Rakshapun tidak lepas dari rasa khawatirnya. 

Rakshmi yang masih tertatih sambil memandangi punggung suaminya yang kian menjauh. Kemudian ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemani anaknya yang masih tertidur pulas. 

#

Tak terasa hari sudah mulai gelap, mataharipun hendak kembali ke pelukan dua gunung itu,hanya terpancar siluet bertabur cahaya kekuningan yang mulai tertutup keabu-abuan awan malam. Waktunya ia pulang kerumah, setelah seharian memancing di sungai bahara. Sungai terbesar di daerahnya dengan lebar hampir menyamai ukuran danau. 

Sepulang dari sekolah,Cipta selalu pergi memancing di sungai tersebut. Dengan tidak melupakan setiap tugas yang di sisakan ibu gurunya. Setelah selesai membereskan barang-barangnya,ia langsung bergegas pulang. Dalam fikirannya,tak baik membuat orang tuanya khawatir. 

Walaupun hasil memancing hari ini tidak memuaskan,bahkan 'korang' sebuah wadah yang terbuat dari anyaman kulit bambu berbentuk seperti wadah minuman arak di jaman kerajaan Qin. Tidak berisi satupun ikan,karena memang ia hari ini memancing tidak terlalu fokus,karena banyak tugas yang musti ia kerjakan untuk sekolahnya besok. 

Sembari berjalan di kegelapan bersinar cahaya bulan,ia menikmati setiap pemandangannya. Dari mulai langit bertabur bintang sampai kunang-kunang malam yang seakan menuntunnya pulang. Ia sudah terbiasa seperti itu,tak ada ketakutan yang terbersit dalam fikirannya. Bahkan,yang terpancar dari wajahnya hanyalah kesenangan. 

Meski hasil pancing tak cukup memuaskan dan pulang kemalaman,ia tetap berucap syukur pada Tuhan. Dalam setiap hempas nafas nya ia menyimpan kata-kata syukurnya. Ia tak begitu memperdulikan hal-hal di luarnya untuk memanjatkan setiap syukurnya,baginya,masih banyak hal di dalam dirinya yang belum semuanya ia syukuri.

Layaknya berkedip,melihat pun mendengar suara-suara hewan malam merupakan hal-hal yang terkadang tidak ia sadari sebagai pemberian Tuhan. 

Oleh sebabnya,ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu,karena di pelbagai kesempatan yang sama kesedarannya selalu berkelana. "Cipta" suara kecil pekik yang cukup familiar masuk kedelam pendengaran nya,suara yang penuh kasih sayang yang menggambarkan kelembutan si pemiliknya,namun ada sedikit rasa kekhawatiran di dalamnya. 

Yaa,itu suara ibunya, Rakshmi. Dari kejauhan ia telah memanggil nya, membuyarkan setiap fikiran di dalam kepalanya. Sekaligus membuatnya tersadar telah hampir sampai ke rumahnya. Dengan sedikit berlari,ia lalu menghampiri wanita yang sedang menggendong seorang anak kecil itu. 

Setelah sampai tepat di depannya ia lalu menyodorkan tangan,hendak bersalaman dan lalu mencium punggung tangan nya. Lalu ia bergegas menyimpan alat pancing dan hendak masuk ke dalam rumah. "Cepat masuklah,bapak sudah menunggu" . "Baik,Bu."

"Jangan lupa mandi"

Dengan wajah tersenyum,lalu ia masuk ke dalam rumah berhendak menemui bapak nya yang sudah menunggu. "Plaak" tamparan keras yang mendarat tepat di pipinya. Nyamuk yang menggigitnya membuat ia reflek melayangkan tangannya ke mukanya. Rakshmi yang sedang berbicara dengan Cipta di dua hari yang lalu itu, membuatnya kembali ke dua hari setelah nya.   

Hingga membuat Lasni,sianak bungsunya yang sedang tertidurpun merasa terganggu oleh suara itu.Namun tak sampai membuat nya terbangun. 

#

Hampir satu jam setelah kepergian nya,Raksha yang kini tangah berada di pelataran sawah. Yang hendak mencari anaknya,mulai merasakan dingin malam menyelimuti sekujur tubuhnya. Kebetulan di depannya terlihat saung kecil yang lumayan tertutup,ia berniat untuk istirahat di situ. Sekedar menghangatkan tubuhnya yang sudah mulai menggigil.

Setelah menyalakan gulungan tembakau berbalut kertas putih di tangannya,lalu ia menyalakan gundukan jerami di depannya. Lantas,ia mendekatkan kedua telapak tangannya kedekat api itu. 

Berbarengan dengan kepulan asap yang menghembus dari mulut nya,hatinya bergerutu" dimana kau,nak ? Bapakmu sedang mencarimu"  . Setelah merasa kehangatan tubuhnya kembali,ia langsung bergegas lagi. Melanjutkan perjalanan mencari Cipta,karena rasa kekhawatiran yang cukup mendalam membuat terpaksa terus menembus kedinginan malam. 

Namun tetap tak membuat langkahnya gontai,ia terus berjalan cepat menyusuri malam berbarengan dengan suara kodok yang saling bersahutan dengan jangkrik. Ia tak mempedulikan semua itu,ia hanya memikirkan pulang membawa anaknya. Agar istrinya tak sampai khawatir lagi, apalagi sampai kecewa. Terlebih dirinya adalah sebagai kepala keluarga tanggung jawab sepenuhnya ada di pundaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun