HADITS TENTANG MUDAHNYA MASUK SYURGA BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنِ
Dari Umm Salamah ra, berkata: Rasulllah Saw bersabda: bahwa seseorang (perempuan atau laki-laki) yang meninggal dunia, sementara pasangannya (suami atau istrinya) rela (atas perilakunya selama di dunia), maka ia akan masuk surga (Sunan Turmudzi, no. 1194).
Untuk mempermudah pembahasan dari hadits tersebut, kami membaginya menjadi 3 poin pembahasan:
1. Ma'ruf
Kata kunci dari ma'ruf adalah maslahatnya. Pentingnya mempunyai sikap rela dalam menjalani suatu hubungan tentu saja setiap orang atau suami yang bersikap rela terhadap istrinya itu disebabkan karena timbulnya rasa senang kepada istrinya. Seorang suami akan merasa senang ketika dilayani istrinya dan istrinya berbuat baik kepada suaminya, sikap rela itu muncul karena pasangan kita berbuat baik. Maka ma'ruf dari hadits tersebut merupakan esensi kebaikan, dalam konteks hukum keluarga adalah keduanya saling rela, seseorang yang diterima dengan baik dan penuh kerelaan oleh pasangannya.
2. Mubadalah
Dalam kaitan dengan mubadalah orang yang berbuat baik dalam rumah harus dilihat kembali kepada maslahatnya. Jadi intinya adalah pentingnya berbuat baik dan pentingnya setiap orang bersikap rela karena pasangannya, sehingga mubadalahnya adalah mari saling rela antara satu sama lain dengan cara berbuat baik kepada pasangannya. Umumnya orang-orang juga seperti itu, kalau seseorang berbuat berbuat baik maka dia juga akan rela.
Jadi jika kita sudah tahu ma'rufnya bahwa sikap rela itu baik, maka untuk bisa bersikap rela tentu saja setiap orang harus berbuat baik. Kebiasaannya orang akan berbuat baik dan berbuat baik juga merupakan bagian dari rahmatan lil alamin, bagian dari akhlakul karimah, bagian dari maqosid syari'ah. Maka dari itu mari kita ajak suami dan istri untuk saling bersikap baik, bersikap baik disini berarti kepada masyarakatnya dan mencari ridho dari masyarakatnya, kalau mencari berarti kita berusaha agar pasangan kita ridho.
3. Keadilan Hakiki
Ma'rufnya kelihatan dan mubdalahnya sudah ditemukan, ketika praktek harus lihat kondisi siapa yang harus lebih banyak melakukannya. Jika kondisinya sama-sama normal tidak ada kondisi yang khusus berarti sama-sama juga melakukan perbuatan baik. Tapi kalau salah satunya terdapat kondisi tertentu, maka harus difasilitasi bersama-sama meminta bantuan ke yang lain, ketika sama-sama sedang sakit maka jangan memaksa, jangan sampai suami dan istrinya sama-sama sedang sakit, misalnya keduanya sedang terkena covid kemudian suaminya malah minta tolong ke istrinya yang sedang kena covid juga, maka jika kondisinya seperti itu suami ataupun istri dapat meminta bantuan kepada orang lain.
Terutama jika terjadi dalam konteks yang paling krusial, seperti perempuan yang akan mengalami hamil, melahirkan 10 kg, karena orang-orang seringkali dan kurang memerhatikan hal tersebut. Hal tersebut menunjukan bahwa banyak suami, banyak laki-laki banyak masyarakat lupa terhadap kondisi perempuan yang hamil dan melahirkan. Kan sebenarnya semua orang tahu bahwa perempuan itu bisa hamil, akan tetapi kebanyakan dari mereka kurang memerhatikan hal tersebut. Salah satu buktinya adalah angka kematian ibu dan anak itu tinggi di Indonesia. Kenapa Tinggi? Karena tidak adanya perhatian tadi. Ketika ada makanan walaupun perempuan lagi hamil, malah suaminya yang makan duluan, jadi suami atau laki-laki seringkali lupa terhadap istrinya yang sedang hamil dan istrinya atau perempuan juga lupa terhadap dirinya sendiri yang malah mempersilahkan suaminya makan terlebih dahulu daripada dirinya dan bahkan seringkali dirinya lupa makan, padahal dirinya sedang membutuhkan nutrisi yang lebih daripada suaminya.
Perempuan ini di biologisasinya seringkali mendapatkan ancaman neraka terus menerus. Sehingga akhirnya perempuan pun tidak berani untuk makan yang seharusnya dia harus makan yang banyak. Bahkan peremuan itu banyak pamalinya yang akan mempengaruhi dirinya. Padahal pamali itu pangkal ideologi yang non-ma'ruf, non-mubadalah dan non-keadilan hakiki. Nah hal tersebut menunjukan tanda bahwa kita itu belum menerapkan ummuka-ummuka-ummuka yang katanya tiga kali, akan tetapi pada prakteknya perempuan itu tidurnya paling sedikit, kerjanya paling banyak, makannya paling sedikit, istilahnya kan seperti itu. Sehingga banyak Ibu meninggal dan anaknya. Ketika ada uang malah lebih mendahulukan rokoknya suami dibanding susu anaknya, kenyataan seperti itu. Walaupun haditsnya sudah jelas, Al-Qur'annya sudah jelas tapi itu kenyataan yang terjadi di masyarakat seperti itu.
Mengingatkan juga kepada perempuan jangan merasa paling sok. Misalnya saya juga pernah hamil tapi ngga manja kaya kamu. Nah itu nggak boleh seperti itu, karena perempuan hamil biasa dan perempuan hamil yang mempunyai kondisi khusus itu berbeda kondisinya, tidak sama. Ada perempuan hamil yang harus bedrest selama 9 bulan, dia harus bener-bener bedrest nggak bisa apa-apa dam ada juga yang hamil biasa-biasa saja. Jadi kita tidak bisa menyamakan kondisi tersebut. Untuk mengetahui kondisi tersebut maka harus diperiksa ke dokter. Kita jangan sampai mengatakan hamil gitu aja manja sekali yang padahal kita tidak tahu kondisi yang sebenarnya. Hal ini berlaku bagi perempuan dan apalagi laki-laki yang sama sekali tidak mengalami hamil.
Jadi hampir seluruh dunia Islam seperti itu, karena itu pentingnya ma'ruf, mubadalah dan keadilan hakiki. Dengan metodologi fatwa kupi mengingatkan semua orang terutama bagi laki-laki untuk tidak mudah menjudgement bahwa hamil itu gampang, menstruasi itu mudah, sehingga kalau tidak ada fasilitas seringkali pandangan hidup kita itu melupakan ma'ruf, mubadalah dan keadilan hakiki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI