Mohon tunggu...
Muhammad Annas Sudadi
Muhammad Annas Sudadi Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembangunan Diutamakan, Penanganan Covid-19 Tersingkirkan

5 November 2020   09:50 Diperbarui: 5 November 2020   10:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Muhammad Annas Sudadi*

PT. Sarana Multi Infrastruktur atau yang disingkat PT. SMI adalah suatu perusahaan milik Negara di bawah Kementerian Keuangan RI yang memiliki 3 tugas utama yaitu kegiatan pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, dan pemberian layanan jasa konsultasi (advisory).

Baru-baru ini Pemprov Banten mengajukan pinjaman dana ke PT. SMI senilai Rp 4,1 triliun sebagai program kebijakan pemulihan ekonomi. Namun, peminjaman dana ini justru menimbulkan kecurigaan atas kejanggalan penggunaan dana tersebut.

Pinjaman itu tidak langsung mengarah kepada kebutuhan dasar rakyat dan tidak dapat langsung dirasakan hasilnya oleh rakyat, tapi malah seolah-olah fokus kepada program pembangunan kawasan strategis yang terkesan sangat terburu-buru walaupun tidak terlalu dibutuhkan masyarakat banyak. Yang mana program pembangunan tersebut diduga termasuk ke dalam kerangka mengejar target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMD).

Pemprov Banten dinilai menggunakan alasan pola padat karya demi melancarkan pinjaman ke PT. SMI ini untuk mengejar target RPJMD. Dari sini bisa dibilang bahwa Pemprov Banten secara tidak langsung seperti lebih memfokuskan program pembangunan kawasan strategis daripada lapangan pekerjaan yang dibentuknya.

Dana pinjaman yang dimaksud dialokasikan senilai Rp 856.271.808.150. Dari jumlah itu, sebanyak lebih dari 50 persen atau tepatnya 50,22 persen atau senilai dengan Rp430 miliar, dialokasikan untuk pembangunan Sport Center.

Pembangunan sport center dikritisi oleh sejumlah kalangan di Banten karena tidak relevan dengan program pemulihan ekonomi. Yang seharusnya Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 pasal 1 ayat (1), mengatakan bahwa Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau  stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

Padahal, di masa pandemi COVID-19 seperti ini masyarakat lebih membutuhkan obat-obatan dan alat perlindungan diri. Banyak sekali rumah sakit yang kekurangan alat kesehatan untuk menunjang penanganan virus COVID-19 ini, bahkan telah banyak orang yang gugur berjuang melawan virus ini. Jumlah tenaga medis yang telah gugur kini sudah lebih dari 100 orang.

Bukan hanya dokter dan perawat saja, bahkan tenaga pendukung medis lainnya pun ikut terpapar penyakit yang disebabkan virus COVID-19. Dari Rp430 miliar seharusnya dapat digunakan untuk membeli banyak sekali peralatan kesehatan guna menunjang penghambatan penyebaran virus COVID-19.

Sekda Banten Al Muktabar mengatakan bahwa pembangunan sport center adalah bagian dari program pemulihan ekonomi masyarakat yang mana nantinya akan merekrut tenaga kerja sebanyak 7.500 orang, padahal diduga hanya mempekerjakan 170 orang dari 5 perusahaan SubKon. Penggunaan pinjaman dari PT. SMI itu disinyalir hanya menguntungkan segelintir oknum yang dekat dengan kekuasaan.

Karena para oknum itu bisa dikatakan mereka mendapatkan imbalan paket pekerjaan pembangunan dari anggaran pinjaman dari pemerintah pusat tersebut. Pemprov Banten seharusnya mempertimbangkan pengambilan kebijakan dengan lebih matang lagi, bukan kebijakan yang seharusnya menyejahterakan rakyat tapi malah berdampak buruk bagi rakyat. Jangan sampai kebijakan ini menyebabkan kegagalan administrasi yang dapat menimbulkan potensi oknum-oknum untuk berkorupsi.

Dilansir dari news.detik.com menurut kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti, ini adalah peluang bagi Pemprov Banten untuk memperoleh pembiayaan murah buat pembangunan infrastruktur. Ini lebih baik dibanding pembangunan di Banten ditunda karena ada potensi kenaikan harga bahan baku, upah, dan eskalasi kenaikan harga tanah.

Namun Rina Dewiyanti juga menambahkan "Pemprov tidak abai terhadap kesulitan yang dialami oleh masyarakat dengan melakukan refokusing anggaran yang diprioritaskan untuk penanganan kesehatan, bantuan sosial, rekonstruksi bankeu untuk penanganan COVID-19 serta dukungan terhadap program bantuan untuk pekerja terdampak, untuk UMKM maupun yang terkait dengan kegiatan pendidikan," ujar Rina dalam keterangan tertulis, Kamis (17/9/2020).

Dari pernyataan di atas ada kejanggalan bahwa Pemprov Banten tampak keceplosan berlaku seolah mengakui bahwa pinjaman dana ini memang digunakan sebagai kesempatan untuk pembangunan infrastruktur walaupun akhirnya pemerintah mengelak juga.

Dari pinjaman PT. SMI ini, dana yang digunakan untuk Dinas Kesehatan bisa dibilang kecil, dan malah pinjaman tersebut banyak digunakan untuk Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Dilansir dari liputan4.com, Dana sebesar 817,7 miliar disebar untuk delapan Organisasi Perangkat Daerah yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp80 miliar, Dinas Kesehatan sebesar Rp 66,5 miliar, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp 165,2 miliar, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebesar  Rp 483,4 miliar, Dinas Ketahanan Pangan sebesar Rp 12,3 miliar, Dinas Pertanian sebesar Rp 2,4 miliar, Sekretariat DPRD sebesar Rp 7,5 miliar dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp 250 juta. Pinjaman memang akan dimanfaatkan untuk kegiatan produktif mulai dari pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan sampai infrastruktur. Tapi, pembagian ini dapat dinilai tidak merata, pembagiannya dinilai tidak merata. Pemprov Banten seharusnya mempertimbangkan pengambilan kebijakan dengan lebih matang lagi, bukan kebijakan yang seharusnya menyejahterakan rakyat tapi malah berdampak buruk bagi rakyat.

*Penulis merupakan mahasiswa program studi ilmu komunikasi , FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun