Mohon tunggu...
Muhammad Zulkifli
Muhammad Zulkifli Mohon Tunggu... -

Muhammad Zulkifli, lahir 30 November 1977. Saat ini bekerja sebagai Public Relations di PT Sanggraha Daksamitra dan Direktur Mercusuar Indonesia serta penulis tetap majalah triwulan berbahasa Inggris Soewarna Digest. Pengalaman jurnalistik sudah tiga tahun dengan portofolio mewawancarai tokoh-tokoh bisnis, pemerintah, artis/public figure dll seperti Ciputra, Sri Mulyani, Rudy Pesik, Handaka Santosa, Lily Widjaja, Adi Kanrio, Dian Nitami, Nico Siahaan, dll. Selain itu juga menulis tentang lifestyle, ekonomi dan bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Selalu 1 Langkah di Depan

5 Januari 2012   09:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:18 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jensei nanakorobi, ya’oki (hidup ambruk tujuh kali, dan bangkit kembali delapan kali)
Hidup dan cita-cita adalah dua saudara kembar non identik. Ia tidak mirip, tapi lahir bersama, tumbuh bersama, dan mati bersama. Orang yang berani hidup harusnya adalah orang yang berani bercita-cita. Dan orang yang tidak punya cita-cita, biasanya adalah orang yang sudah mati.
Tapi cita-cita dan nasib jelas berbeda. Keduanya seperti predator, siapa yang terkuat akan makan yang lemah. Cita-cita yang lemah akan digilas nasib yang lebih kuat. Dan nasib yang lemah, akan dimakan oleh cita-cita yang kokoh.
Joni Ariadinata bercita-cita menjadi penulis alias sastrawan sejak ia masih melakoni nasibnya sebagai tukang becak di Malioboro, Yogyakarta. Menulis di atas kertas-kertas bekas yang dijual kiloan di pasar adalah rutinitas hariannya. Konon setiap hari ia membuat 10 cerpen. Ratusan cerpennya ia kirim ke Kompas, dan alhamdulillah selalu ditolak. Hingga entah cerpen keseratus atau keseribu sekian akhirnya dimuat. Dan cerpen tersebut menjadi cerpen terbaik Kompas 10 tahun berturut-turut. Hadiahnya: jalan-jalan ke Eropa selama 2 bulan! Puncak kepuasannya adalah akumulasi dari kumpulan kegagalannya. Cita-cita telah memangsa nasibnya sebagai tukang becak.
Ada juga kisah tentang anak muda yang gigih menawarkan cerita hasil karyanya untuk difilmkan ke berbagai produser di Amerika. Berkali-kali ditolak, namun berkali-kali pula ia gigih menawarkan. Dia selalu berada satu langkah di depan dari penolakan. Lalu sebuah rumah produksi berminat dengan naskahnya. Tak disangka, ceritanya tersebut menjadi sebuah film box office di dunia. Anak muda itu bernama Slyvester Stallone, dan cerita yang dia tawarkan adalah Rocky.
Tragedi terbesar umat manusia adalah ketika mereka berhenti bercita-cita...! demikian kutipan yang saya ambil di novel Sang Pemimpi –nya Andrea Hirata. Karena cita-cita, maka bangsa yang telah lumutan berada di bawah ketiak penjajah selama ratusan tahun bisa memekikkan kata: Merdeka! pada 17 Agustus 1945. Karena cita-cita pula, anak kecil miskin yang hidup di zaman rekiplik di Surabaya, dan sempat berprofesi menjadi tukang betulin barang elektronik di kampung-kampung, bisa menjadi profesor dari 4 bidang studi yang berbeda di Jepang. Bahkan Ken Sutanto, anak kecil tersebut, menjadi salah satu ilmuwan yang paling berpengaruh di Negeri Sakura sana. Ia menguasai elektronik, farmasi, medikal dan pendidikan.
Karena cita-cita untuk bisa mandiri pula, Habibie Afsyah yang lumpuh dan hanya bisa menggerakkan satu jarinya saja, dapat menghasilkan US$ 5000 dari internet marketing. Tanpa harus menggerakkan kakinya untuk mencari kerja. Anak muda ini memang hidupnya di atas kursi roda. Tapi mimpinya melintasi benua.
Cita-cita membutuhkan harga, sedangkan nasib sama sekali tidak menuntut balas jasa. Serahkan saja diri kita pada nasib, maka terserah nasib akan membawa hidup kita kemana. Ia tidak membutuhkan pengorbanan, tidak meminta waktu, tidak memaksa komitmen. Beda dengan cita-cita. Namun hal yang paling dibutuhkan untuk mencapai cita-cita, adalah kesediaan untuk bersahabat dengan kegagalan.
”Kumpulkan voucher-voucher kegagalanmu, supaya bisa masuk ke rumah kesuksesan,” demikian nasehat seorang pengusaha sukses kepada saya. Hmmm....menarik juga analoginya.
Selalu 1 langkah berada di depan kegagalan, barangkali itulah kunci sederhana meraih cita-cita. Mumpung masih suasana tahun baru, apa cita-cita Anda tahun ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun