Mohon tunggu...
Muhammad Muflih
Muhammad Muflih Mohon Tunggu... Bankir - Aktivis Muhammadiyah. Bankir Syariah.

@muflih_h on twitter -- hidayatmuflih.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu yang Jujur, Mungkinkah?

5 April 2014   07:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pak, minggu depan ruangan bisa dipakai ya?” Tanya seorang ketua RW kepada Pak Burhan. Pak RW ingin meminjam tempat yang dikelola Pak Burhan untuk digunakan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ruangan ini milik sebuah organisasi massa yang berada di kampung itu. “Selama ini kan Pak RW kalau memakai ruangan selalu gratis. Kali ini ada infaqnya dong, pak. Saya tahu ada anggaran untuk sewa tenda Rp 500.000. infaq buat gedung Rp 300.000 juga diterima pak,” jawab Pak Burhan sambil sedikit menyinggung.

Pak Burhan adalah ketua KPPS di kampung itu. Jadi wajar saja dia tahu anggaran pelaksanaan pemilu. Pak RW dengan muka sedikit pucat berujar “oh gitu ya... baik, pak.” Pak Burhan, merupakan salah satu tokoh masyarakat yang sederhana dan jujur. Meminta Rp 300.000 untuk uang sewa gedung sekretariat organisasinya, bukan buat diri pribadi. Beliau sudah mengelola gedung itu cukup lama. Sedangkan Pak RW itu. Entahlah, ini bukan RW saya, jadi saya tidak tahu banyak.

Ini baru satu TPS. Berapa anggaran yang 'disunat' per TPS dan dikalikan ribuan TPS se-Indonesia. Itu baru uang tenda. Tapi mudah-mudahan di tempat lain tidak seperti itu, walaupun saya ragu, hehe...

Semua rakyat Indonesia pasti menginginkan pemimpin jujur dan amanah. Selalu yang diidam-idamkan masyarakat adalah calon-calon pemimpin yang tidak korup. Bagaimana bisa kita mengharap pemimpin bersih kalau kita sendiri tidak bersih? Kenapa ngebet ingin punya pemimpin jujur kalau kita sendiri sulit menerapkan nilai-nilai kejujuran?

Jangan sampai prilaku tidak jujur ini menjadi budaya di bangsa ini. Kalau sudah membudaya,maka akan sulit sekali menemukan orang-orang bersih yang akan memimpin dari mulai tingkat RT hingga setingkat Presiden. Pesta demokrasi bukan sekedar pesta. Pesta demokrasi adalah ajang untuk memilih pemimpin jujur walaupun kita harus cermat memilih sedikit orang jujur di antara ribuan orang yang tidak jujur. Tentunya, penyelenggara pemilu juga harus orang-orang yang jujur.

Berani jujur, hebat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun