Mohon tunggu...
Muhammad Arif Rahman
Muhammad Arif Rahman Mohon Tunggu... -

I am a freeman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konflik Rwanda, Hutu-Tutsis

2 Desember 2010   23:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:05 7053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu menurut teori Identitas konflik juga disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Jika dikaitkan dengan konflik yang terjadi di Rwanda antara kedua kelompok suku tersebut, dapat dilihat bahwa diversivikasi dan stratifikasi sosial yang terjadi antara Hutu dan Tutsi pada masa kolonialisasi menimbulkan kesalahpahaman dan tidak adanya komunikasi yang baik antara kedua suku tersebut. Dendam suku Hutu terhadap identitas dirinya sebagai penduduk mayoritas yang terdiskriminasi di Rwanda belum terselesaikan hingga kini dan menjadi penyebab utama timbulnya pembantaian terhadap suku Tutsi.

2. Eskalasi Konflik

Tidak adanya komunikasi yang baik, diskriminasi pekerjaan, kecemburuan sosial, menyebabkan kesenjangan yang terjadi antara kedua kelompok tersebut mengakar hingga saat ini dan menimbulkan konflik yang sejak dulu ada kembali muncul ke permukaan. Eskalasi konflik terjadi ketika kelompok suku Hutu sengaja melakukan pembunuhan berencana terhadap presidenHabyarimana. Hal tersebut dilakukan oleh kelompok suku Hutu untuk memancing kemarahan massa suku Hutu terhadap dendam yang selama ini terpendam. Mereka dengan sengaja menyebarkan berita palsu bahwa pembunuhan presiden yang juga berasal dari suku Hutu tersebut dibunuh oleh kelompok pemberontak suku Tutsi.

Dengan tersebarnya berita tersebut dikalangan masyarakat, menyebabkan suku Hutu semakin marah dan mengupayakan tindakan balas dendam terhadap seluruh suku Tutsi di Rwanda. Kurang Lebih 250.000 suku Tutsi dibantai dihari itu dan hampir 50.000 jiwa yang berasal dari suku Hutu mati karena juga terjadi perlawanan di pihakk Tutsi oleh “TUTSI REBELS”. Total semua korban yang mengalami kematian dari genosida tersebut adalah 500.000 jiwa dan membengkak sampai angka 800.000. Berdasarkan perhitungan bruto akhir adalah 1.000.000 jiwa melayang. Pada saat genosida ini berlangsung, para perempuan dari suku Tutsi di perkosa lalu di bunuh. Mereka diperlakukan seperti binatang. Dilempari batu, di perkosa dan di kandangkan.

3. Aktor dan Pihak yang berperan dalam konflik

Dalam menganalisa kasus ini dapat dilihat dari peran-peran aktor yang bermain di dalamnya. Terdapat 5 tingkatan analisa aktor menurut Mochtar Ma’soed yaitu pertama, tingkat analisa sistem internasional; kedua, tingkat analisa kelompok negara-bangsa atau regionalisme; ketiga, tingkat analisa negara atau bangsa; keempat, tingkat analisa masyarakat atau kelompok individu; dan yang kelima adalah tingkat analisa individu. Dalam konflik Rwanda ini dapat dilihat dengan jelas bahwa aktor utama yang bertikai adalah aktor kelompok individu atau masyarakat yang berasal dari suku Hutu dan Tutsi. Masyarakat merupakan salah satu bagian penting dari sebuah negara. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara sangat ditentukan oleh suara dan opini dari masyarakat. Sebagai suku mayoritas yang memiliki sejarah hitam di Rwanda akibat kolonialisme, Hutu yang kini berhasil mengendalikan pemerintahan memafaatkan wewenang untuk melakukan pembantaian terhadap Tutsi.

Selain itu ada juga aktor sistem internasional yaitu pasukan perdamaian PBB yang masuk ke dalam Rwanda yang berperan untuk mencegah konflik menjadi semakin berkembang. Sebagai organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara dunia, PBB merupakan salah satu bentuk perwujudan sistem internasional. Segala tindakannya selalu dipengaruhi oleh kebijakan dan keputusan bersama negara-negara anggotanya. Namun sayangnya pasukan pedamaian PBB hanya masuk sebentar dan kembali ke perbatasan. Seolah mereka membiarkan konflik yang tengah terjadi diRwanda.

Sebenarnya aktor negara atau pemerintahan di Rwanda sendiri yang dikendalikan oleh suku Hutu juga memiliki peran dalam terjadinya konflik tersebut. Semua pembuat keputusan pada dasanya akan berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama. Karena itu analisis para ilmuwan seharusnya ditekankan pada perilaku unit negara-bangsa. Pembunuhan presiden Habyarimana merupakan rekayasa yang telah sengaja direncanakan oleh pemerintah Rwanda untuk melakukan aksi balas dendam terhadap suku Tutsi. Analisa aktor selanjutnya lebih jelas dapat dilihat di dalam film ini bahwa terdapat peran aktor individu yaitu Paul Rusesabagina sebagai pemilik hotel yang pada akhirnya dijadikan tempat pengungsian dan berlindung para warga Tutsi dari genosida massal yang dilakukan oleh suku Hutu.

4. Respon dunia internasional

Walaupun banyak warga asing yang saat itu sedang berada di Rwanda, tetapi dunia seakan menutup mata bahwa sebuah pembantaian suku sedang terjadi di abad 20, abad dimana manusia mengagung-agungkan diri sebagai bangsa yang modern dan beradab. Seperti yang digambarkan dalam film hotel Rwanda, Joe pun berusaha menjemput Rachel, seorang teman yang bekerja sebagai reporter BBC, dan seorang cameraman rekan kerja Rachel. Idenya cukup bagus, yaitu Rachel bisa meliput soal terjebaknya warga negara asing di tengah konflik berdarah Rwanda. Karena negara-negara Barat tidak akan pernah perduli suku Tutsi sedang dibantai, tapi mereka akan segera bertindak apabila tahu ada warga negaranya ada di dalamnya. Apapun tujuannya, Joe sangat mengharapkan intervensi internasional.

Di tengah perjalanan pulang, mobil mereka dicegat Hutu. Hampir saja mereka dibunuh kalau saja Francois tidak datang. Joe tahu Francois berasal dari suku Hutu, tapi ia tidak sangka kalau teman baiknya itu akan datang dengan membawa parang berlumuran darah, dengan tawa tersungging di bibirnya. Berkat Francois, Hutu yang lain mengizinkan Joe pergi. Di sepanjang jalan mereka melihat mayat-mayat suku Tutsi bergeletakan, dikerubuti lalat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun