Dari hasil tersebut menunjukkan hanya 28% sunat dilakukan secara simbolis.
Sementara, 72% sisanya dilakukan dengan cara-cara berbahaya, seperti
sayatan, goresan, dan pemotongan sebagian maupun seluruh ujung klitoris.
Dari aktivitas pemotongan tersebut, 32% diantaranya dilakukan oleh bidan
atau pemberi asuhan kesehatan lainnya.
"Walaupun proporsi tenaga medis lebih sedikit dibandingkan tenaga dukun
ataupun tradisional lainnya, tetapi ini masuk ke dalam tindakan medis yang
terlarang, karena merusak alat vital manusia untuk mendapatkan fungsi
seksual dengan lawan jenis," kata Sri.
Selain itu, tindakan medis berbahaya ini kelak akan menimbulkan efek jangka
panjang. Menurut Sri, seorang wanita jika klitorisnya sudah rusak berarti
sudah tidak punya daya sensivitas atau kenikmatan seksual dengan lawan
jenisnya, dan itu berarti merusak proses reproduksi seksualnya juga.
Dampak jangka panjang lainnya adalah kesulitan menstruasi, infeksi saluran
kemih kronis, radang panggul kronis, disfungsi seksual. Bahkan lama-kelamaan
dapat meningkatkan risiko tertular HIV/AIDS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H