Bila dikaitkan dengan kerajaan Islam nusantara sebenarnya juga semakin beragam pengembangan budaya di masing-masing PTAI. Kalau ditelusuri dari wikipedia ada beberapa kerajaan/kesultanan Islam nusantara yaitu kurang lebih 67 buah. Hal ini merupakan tugas berat dalam melacak hasil budaya masing-masing kerajaan/kesultanan tersebut bagi PTAI. Skenario-nya bisa mengacu pada tiga komponen pendidikan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu: bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang pengajaran, bidang pemberian bantuan.
Bidang administrasi dan kepemimpinan harus mengacu pada nilai-nilai budaya lokal dalam memimpin dan bekerja di PTAI. Bidang pengajaran bisa mengembangkan kurikulum muatan lokal pada pembelajaran. Bidang pemberian bantuan melalui pengembangan kegiatan ekstrakurikuler budaya lokal di tiap PTAI. Ketika masing-masing PTAI bisa mengembangkan produk budaya lokal, maka akan semakin indah Islam di Nusantara yaitu Islam yang adaptif terhadap budaya lokal.
IAIN SURAKARTA DAN PENGEMBANGAN BUDAYA LOKAL SOLO
IAIN Surakarta yang berada di wilayah Kartasura Surakarta sangat strategis karena berada diantara 4 bekas kerajaan, yaitu: Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram Kartasura, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran. Dua kerajaan sudah tidak ada tinggal petilasan saja (Pajang dan Kartasura), sedangkan dua kerajaan sisanya masih ada dilihat dari istana maupun peninggalan lainnya.
Dalam pengembangan budaya lokal di perguruan tinggi memang sangat banyak peluang dan tantangannya. Dilihat dari arsitektur peninggalan keraton, tata ruang keraton (komplek dalam, komplek pendukung dan penunjangnya), naskah kuno yang dimiliki, tari-tarian maupun produk budaya lainnya.Dalam konteks IAIN Surakarta bisa mengembangkan kajian filosofi kepemimpinan keraton yang melekat pada raja di dua keraton tersebut, terutama gelar Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah. Gelar ini punya 3 dimensi kepemimpinan, yaitu: pemimpin perang, pemimpin agama dan wakil Tuhan di bumi. Disamping itu mengkaji produk tulisan dan karya seni lainnya juga tidak kalah menariknya, Ronggowarsito menulis Serat Jayengbaya, Serat Wirid Hidayatjati, Serat Kalatidha, Serat Jaka Lodhang, dan Serat Sabda Jati. Tokoh ini bisa dikembangkan kajiannya berkaitan dengan ketokohannya maupun karya serat-nya. Tokoh lain adalah Yosodipuro dengan karya Serat Rama, saduran dari Kakawin Ramayana, Serat Bratayuda, saduran dari Kakawin Bharatayuddha, Serat Mintaraga, saduran dari Kakawin Arjuna Wiwaha, serta Serat Arjuna Sasrabahu, saduran dari Kakawin Arjuna Wijaya.
Surakarta memiliki sejarah keagamaan yang kuat, seperti adanya fenomena jaringan ulama dari Kaliyoso – Solo – Kartasura dan sekitarnya. Jaringan Ulama ini ada yang berada di dalam Keraton maupun di luar Keraton (seperti di masjid Kaliyoso “Brang Lor”). Para tokoh Agama ini juga banyak menulis kitab kitab maupun majalah yang beredar di masa silam seperti majalah Hudaya (bertuliskan huruf Jawa berisi kajian Qur’an dan Hadits). Termasuk tokoh ulama kontroversial seperti KH. Misbah yang pro terhadap gerakan sosialis perlu dikaji secara mendalam oleh jurusan/program studi yang berkaitan. Begitupula di Surakarta muncul juga madrasah di masa silam seperti Madrasah Mamba’ul ‘Ulum yang didirikan oleh Keraton Surakarta dan Madrasah Sunniyah didirikan oleh Ulama independen di luar Keraton. Termasuk kemunculan Serikat Dagang Islam oleh Samanhudi perlu dikaji oleh Jurusan Ekonomi Islam. Semua itu perlu dikaji secara mendalam oleh IAIN Surakarta sehingga menjadi centre of excellence kajian wilayah yang berbeda dengan perguruan tinggi sejenis maupun yang berbeda. Semoga.
Referensi:
Wikipedia, dan berbagai sumber dari internet.