Mana yang lebih dahulu muncul, bahasa atau persepsi?
Kenapa banyak nama instansi pendidikan berbahasa asing?
Seberapa jauh daya tarik bahasa asing ketimbang bahasa pemersatu kita?
Pergeseran bahasa asing di negeri sendiri telah menjadi momok bagi para ahli bahasa. Kenapa demikian, karena hanya ahli bahasa saja dan kalangan peneliti yang memperhatikan hal ini. Semuanya bermula dari kecendrungan kita untuk mengagungkan budaya barat.Â
Melalui jalur penjajahan bahasa asing seperti bahasa Inggris menjadi benalu yang terus menghisap bahasa ibu kita di tengah pergaulan kaula muda. Jauh sebelum campur kode bahasa asing merambah ke pergaulan anak remaja di Jakarta selatan, bahasa asing telah masuk di kalangan akademis kita. Sebenarnya tidak salah mempelajari bahasa asing, siapapun berhak mempelajari bahasa dari berbagai negara. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika adanya campur kode antara bahasa asing dengan bahasa pemersatu, apalagi kalau bahasa asing tersebut sampai menginterferensi bahasa kita.
Bahasa asing seperti bahasa Inggris awalnya dipelajari oleh pribumi kita untuk membaca ilmu pengetahuan dan buku-buku dari barat. Namun lambat laun, bahasa asing ini kemudian memunculkan citra tersendiri. Selain masuk sebagai salah satu persyaratan dalam poster lowongan kerja, dengan mahir mengucapkan dua patah kata bahasa asing, penutur terlihat lebih intelek dihadapan lawan tuturnya. Bahasa asing memberikan kendali tersendiri bagi pribumi kita untuk dianggap terpandang.Â
Akan tetapi persepsi ini seharunya segera disudahi. Karena tidak menutup kemungkinan bahasa pemersatu kita makin lama akan semakin hilang, jikalau semua orang sudah memiliki persepsi yang sama dalam menggunakan bahasa asing. Bahasa yang dinilai, keren, elegan, intelek, dan memberikan daya tarik.
Salah satu penyababnya selain dari pengetahuan barat, bahasa asing masuk ke negeri ini melalui budaya, karya seni, teknologi, kepercayaan, dan produk. Yang semula dituturkan oleh satu dua orang penutur bahasa, menjadi beberapa golongan orang penutur bahasa, kemudian menjadi beberapa kelompok penutur bahasa asing, dan sekarang sudah kemana-mana. Bahasa asing bahasa Inggris kerap kita jumpai di mana-mana. Harus diakui memang, pengaruh penjajahan membuat bahasa Inggris tumbuh subur di negeri ini.Â
Akan tetapi beruntungnya, masih banyak dari kelompok penutur bahasa kita yang lebih memilih berbahasa daerah dan bahasa pemersatu sebagai ciri khas mereka. Akan tetapi kebanyak dari mereka adalah orang tua, mungkin berumur lima puluh sampai tujuh puluh tahun.Â
Di mana mereka menggunkan bahasa asing sesuai tempat dan waktunya. Tidak seperti yang terjadi saat ini. Anak-anak muda kita yang gemar bermain media sosial, nonton youtube siang malam, atau bermain game dengan merdeka, mereka mengenal bahasa asing seperti bahasa Inggris secara sepintas saja. Sepintas inilah yang kemudian Ia contohkan dengan polos. Sehingga terbentuklah apa yang disebut sebagai interferensi bahasa. Masih hangat dalam telinga kita kata seperti, gaes, wicis, otw, nolife, dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut biasanya kerap terselip dalam kalimat berbahasa Indonesia, sehingga kaidah dan struktur bahasa Indonesia menjadi rusak seperti, "sebentar lagi saya otw Pak."