Sebelum lambat laun upacara pernikahan dengan tema adat mulai tercampur dengan budaya barat, sebenarnya bangsa kita telah lebih dahulu menyampaikan kearifan lokal dengan sistem balas budi melalui acara pernikahan, bahwa sebuah pernikahan yang dijalani oleh kedua insan yang saling jatuh cinta adalah kebahagiaan bersama.Â
Kebahagiaan yang dimaksud bukan hanya milik kedua keluarga besan, memalainkan pula untuk kerabat tetangga mereka. Sebelum negeri kita setua ini, dan sebelum komputerisasi merambah ke berbagai aspek, sebuah acara pernikahan kerap disambut oleh berbagai kalangan, baik orang tua, anak muda, maupun anak-anak.Â
Pada tradisi orang-orang Jawa misalnya, biasanya para orang tua akan turut mengambil bagian. Bagi ibu-ibu yang mahir dan terbiasa dengan urusan dapur atau masak-memasak, Ia akan ikhlas membantu acara pernikahan tetangganya di dapur.Â
Sementara untuk ibu-ibu yang tidak terlalu lihai dalam memasak akan tetapi memiliki ketrampilan bersosialisasi dan persuasif yang tinggi, Ia akan dengan senang hati dan ikhlas untuk membantu menyebarkan undangan atau mengundang masa agar datang berkunjung.Â
Bahkan biasanya mereka mendapatkan tamu dari berbagai desa tanpa Si pemilik hajat ketahui. Kegiatan seperti ini disebut oleh masyarakat Jawa sebagai Sinom atau Sinoman, dalam istilah orang Jawa lain disebut Rewang yang keduanya memiliki arti bergotong-royong dan saling membantu.Â
Bagi tuan rumah sendiri semakin banyak tamu yang datang, pesta akan semakin meriah karena umumnya mereka yang datang bertamu akan membawa beras untuk membantu dapur Si pemilik hajat atau jika sedikit mampu bisa digantikan dengan uang tunai.Â
Lain halnya dengan laki-laki, tidak hanya mahir dalam membuat dekorasi upacara pernikahan kaum pria juga bisa membantu di pawon atau dapur.
Bagi masyarakat nusantara dodol merupakan salah satu sajian wajib yang harus ada saat pesta pernikahan berlangsung, terutama sekali di pulau Jawa.Â
Dengan tungku besar dan kayu kering yang terbakar bara di dalamnya, wajan berukuran besar yang di atasnya terdapat adonan tepung ketan bercampur sari kelapa dan gula merah akan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk digarap, dan eksekutornya didominasi oleh laki-laki meskipun terkadang kaum perempuan ikut membantu.Â
Di sinilah kekuatan otot laki-laki mulai dipertanyakan, walupun mereka terkadang harus berjuang melawan asap yang terus menyerang mata. Akan tetapi kebahagiaan merekalah yang tidak bisa membuat semangat untuk mengolah adonan menjadi surut, dodol yang dibuat dengan keharmonisan dan penuh suka cita.
Semua orang berbahagia, tidak hanya kedua insan yang sedang digoyang asmara akan tetapi juga bagi anak-anak kecil yang sudah tidak sabar melihat pertunjukan berlangsung.Â