Sebenarnya apa yang sedang kita khawatirkan? Dendam macam apa yang berada di atas sebuah kebaikan? Manusia macam apakah kita sebenarnya? Kenapa kita menggunakan kekuatan emosional untuk menekan mereka yang tidak tahu kesalahan, dan dosa-dosa kakek-nenek mereka.Â
Anak cucuk PKI atau bukan, mereka sama halnya seperti kita saat ini. Sama-sama warga negara yang berhak untuk diayomi, dan mendapatkan keadilan. Keadilan macam apa yang melahirkan dendam kusumat? Jika kita masih berpikir soal kejadian jahanam di masa lalu, maka lambat tahun bangsa kita akan runtuh bukan hanya oleh bangsa lain bahkan oleh diri kita sendiri.
Kekhawatirkan akan adanya ancaman balas dendam adalah seuatu ketakutan yang aneh. Kenapa kita begitu takut dengan apa yang ada di pikiran orang lain, yang padahal kita tidak pernah tahu apa isi pikiran orang lain itu.Â
Bukankah dengan kita merasa khawatir dengan isi kepala orang lain berarti kita telah pula berprilaku tidak adil dengan diri sendiri. Dengan menduga dan berprasangka buruk, bukankah berarti kita telah melakukan sesuatu yang buruk di dalam pikiran kita.
Cerita-cerita masa silam tentang hari-hari kelam, tentang PKI, tentang Ansor, Tentang TNI dan apapun itu sedikit banyaknya malah membuat luka lama seolah-olah bagaikan barang warisan. Narasi-narasi kekejaman kerap di sampaikan dari mulut ke mulut, menjadikan luka semakin lebar dan bernanah.Â
Jadilah orang yang bijak saat Anda mendengarkan kisah-kisah kekejaman itu, baik dari keluarga Anda sendiri maupun orang lain. Entah Anda anak cucu PKI atau bukan, kedamaian akan terjadi jika kedua belah pihak mengerti apa yang seharusnya menjadi tugas seorang anak, baik dalam berbangsa, bernegara, maupun agama.Â
Karena di sana tidak ada yang mengajarkan kita untuk menuntut balas dendam. Dan tidak pula kita diajarkan untuk berprasangka buruk.
PKI adalah sebuah partai dengan asas sosialisme. Ia bukan sebuah penyakit yang dapat menyebar bak virus, kecuali oleh guru-guru mereka karena genetik tidak dapat mewariskan ideologi sebab Ia datang dari sebuah kesadaran, dan kemampuan untuk bernalar. Sementara partai ini sudah tidak ada lagi, guru-guru mereka juga sudah mati.Â
Apa lagi kesadaran kita untuk mengutamakan NKRI telah lama dipupuk sejak dini, melalui kurikulum pendidikan kita yang berkonsep pada Pancasila.
Kalau pun ada sekelompok mahasiswa yang mempelajari buku-buku sejarah atau pemikiran PKI biarkan saja mereka mengetahuinya sebagai bahan studi. Karena bangsa yang tidak mengenal sejarah akan sulit untuk menentukan apa yang harus dilakukannya hari ini.Â
Seperti sulitnya menentukan mana yang seharunya mendapatkan keadilan, dan mana yang tidak. Karena kedua-duanya membutuhkan sudut pandang yang berbeda, tidak hanya dengan satu sisi. Dengan membaca buku pemikiran sosialisme bukan berarti mereka sedang meneruskan darah PKI.Â