Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keturunan PKI Boleh Masuk TNI? Masuk Surga Juga Boleh

8 April 2022   11:18 Diperbarui: 14 April 2022   07:47 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak bahagia hidup di negeri Indonesia kecuali oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, dan harga BBM yang semakin tahun semakin mahal. Negeri mana yang tidak mengenal Indonesia sebagai negara yang rukun oleh karena keragaman suku, bangsa, bahasa, agama, dan pemikiran kecuali oleh kita sendiri yang saat ini selalu murka, dan sensitif dengan isu-isu perpecahan. 

Negeri mana yang tidak kagum oleh buah pemikiran bangsa kita melahirkan Pancasila? Ketuhanan, demokrasi, toleransi, humanisme dan keadilan yang tersirat dalam lima sila untuk mencirikan identitas bangsa yang berideologi kuat. 

Namun sebenarnya begitu ringkih di dalam. Masyarakat yang mudah tersinggung, dan segala kemungkinan gesekan antar pemikiran konservatif kedaerahan dapat terjadi kapan saja, dan oleh siapa saja.

Sejarah silam tentang peperangan ideologi, yang menghasilkan perang saudara, dan pembunuhan besar-besaran kala itu melibatkan Partai Komunis, TNI, Ulama, Pemerintah Orde Baru, dan seluruh rakyat Indonesia. Entah siapa sebenarnya yang menjadi korban, dan siapa yang menjadi pelaku. 

Dan pada masa ini, sejarah kelam itu telah menjadi sebuah luka bangsa. Luka yang berbalut kain tidak kunjung mengering, isu perpecahan untuk menggaruk-garuk luka lama masih terus ada dan datang silih berganti dari tahun ke tahun. Menandakan bahwa sebenarnya bangsa kita mudah tertiup angin, entah dihembuskan dari dalam atau dari luar. Keduanya akan memicu konflik yang sama.

1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila dengan tujuan untuk menegaskan bahwa ideologi ini adalah ideologi yang mutlak dan wajib dianut oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai syarat terciptanya keamanan, kemakmuran, dan kebahagiaan sebagai penduduk berbangsa, dan bernegara. 

Tetapi masalah yang kita hadapi saat ini adalah masalah emosional individu atau kelompok terhadap luka lama yang menjadikannya selalu sensitif dan potensi untuk kambuh kembali.

Baru-baru ini Jendral TNI Andika Prakasa mengumumkan kebijakannya tentang anak keturunan PKI yang dibolehkan untuk mendaftar dan bergabung dengan TNI. Kebijakan ini menuai pro dan kontra baik di kalangan yang masih menyimpan luka lama. 

Sebuah kekhawatiran, kecemasan, dan segudang alasan menampik kebijakan yang sudah sangat melek ini terus menggelegar di media sosial, di meja-meja diskusi, bahkan sampai tempat umum.

Alasan apapun yang tidak setuju dengan kebijakan ini adalah sebuah masalah pribadi semata. Bukankah Pancasila sebagai ideologi yang kita anut ini telah secara terang menyuruh kita agar berperilaku adil dan demokrasi, mementingkan hak-hak setiap penduduk negeri, dan saling mencintai dalam kebinekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun