Memangnya kaum urban mana yang tidak mengobrol saat acara bukber datang dalam agenda perjumpaan melepas rindu mereka? Memangnya bisa buker tanpa ngobrol, nanti janjian bukbernya bagai mana? Nanti acara makan-makannya bagai mana, masa mesen menu makanan pakai gimik? Kalau melarang kenapa ada kata boleh? Kalau mau mencegah kenapa masih pakai himbauan atau perintah? Bagai mana sih ... dan seterusnya. Entah seberapa banyak kalimat tanya yang akan keluar untuk menanggapi kalimat yang katanya lucu dari satgas yang satu ini.
Lalu bagai mana kita melihat kalimat satgas yang berpunyi "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" ini dengan pengetahuan bahasa? Nah, kurang lebih seperti ini.
Kata "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" sendiri sebenarnya memiliki dua makna sekaligus yang secara ilmu bahasa disebut dengan makna semantik dan makna pragmatik.
Jika kita hanya memahami makna secara leksikal atau semantik, maka dalam kalimat "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" kita hanya akan menemukan makna yang sangat ambigu. Yaitu boleh bukber tapi syaratnya gak boleh ngobrol.
Ketika kita sebagai kaum awam membaca "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" maka dengan kemampuan berbahasa yang tidak cukup luas, kita mengartikan kalimat ini sebagai sebuah "pembolehan bersyarat."
Jadi tidak heran jika akhirnya kita sendiri bingung dengan kalimat "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" ini, karena yang kita gunakan dalam memahami suatu bahasa hanyalah menggunakan makna leksikal saja.
Bagai mana dengan makna pragmatik dalam kalimat satgas "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" ini, apakah berbeda?
Nah, jika kita memahami kalimat di atas dengan teori pragmatik maka pemahaman yang muncul adalah kebalikan dari makna semantik tadi. Ini bukan berarti semantik lawannya dari pragmatik, melainkan ada tujuan kenapa satgas mengucapkan kalimat tersebut.
Berbeda dengan makna semantik yang hanya melihat makna dari leksikalnya saja. Jadi kita memahami sebuah bahasa tidak hanya menggunakan pemahaman semanti atau leksikal saja, melain pula dengan pemahaman pragmatik.
Kata "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" dalam teori pragmatik memiliki tafsiran yang aritnya tidak boleh bukber.
Sebenarnya kalimat "Boleh Bukber Tapi Dilarang Ngobrol" itu sudah sangat jelas berisi larangan untuk tidak bukber, tetapi disampaikan dengan cara pragmatik yang bertujuan untuk memberikan kesan santun, halus, atau apalah.